ILAFAT

Topan We
Chapter #23

Hari Ke 14

Hari-hari berlalu dengan cepat. Ustadz Jamin, yang beberapa minggu lalu terbaring lemah akibat sakit, kini tampak semakin membaik. Seiring berjalannya waktu, tubuhnya yang semula rapuh kini mulai menunjukkan tanda-tanda kekuatan yang perlahan kembali pulih. Walaupun belum sepenuhnya seperti sedia kala, semangatnya untuk mengajar dan berbagi ilmu dengan para santri tetap membara.

Pagi itu, setelah salat subuh berjamaah, Ustadz Jamin duduk di teras masjid, menatap matahari yang baru saja muncul di ufuk timur. Cahaya pagi yang lembut menyinari wajahnya yang mulai berisi, berbeda dengan wajah kurus yang ia tunjukkan beberapa waktu lalu. Sesekali, ia menghela napas, merasakan kebahagiaan yang mendalam atas nikmat kesehatan yang mulai ia rasakan.

"Alhamdulillah, Allah memberikan aku kesempatan untuk kembali mengabdi," gumamnya pelan.

Beberapa santri datang menghampiri. Mereka senang melihat Ustadz Jamin yang kini tampak lebih segar. Walaupun masih ada sisa-sisa kelemahan di tubuhnya, tetapi aura kebijaksanaan dan ketenangan yang selalu dimiliki oleh sang ustadz tidak pernah pudar. Santri-santri itu menyapa dengan penuh hormat, dan Ustadz Jamin membalasnya dengan senyum hangat yang membuat suasana terasa penuh kedamaian.

"Ustadz, alhamdulillah, terlihat lebih baik sekarang. Gimana kabar antum Ustadz?" tanya salah satu santri, yang terlihat sangat khawatir sejak awal sakitnya Ustadz Jamin.

"Alhamdulillah. Saya mulai merasa lebih baik. Masih ada rasa lelah, tapi itu hal yang wajar. Insya Allah, dalam beberapa waktu lagi saya bisa kembali seperti biasa," jawab Ustadz Jamin dengan penuh rasa syukur.

Pagi itu, ia pun mulai melaksanakan aktivitas seperti biasa, meskipun dengan sedikit pembatasan. Ustadz Jamin memutuskan untuk mengajar di kelas dengan waktu yang lebih singkat. Ia berbicara dengan penuh semangat, memberikan pengetahuan agama yang mendalam kepada para santri. Meskipun tubuhnya belum sepenuhnya pulih.

Namun, di balik rutinitasnya yang tampak normal, ada satu hal yang mulai mengusik. Setiap malam, ketika langit telah gelap dan para santri sudah beristirahat, Ustadz Jamin sering terlihat berbicara sendiri di depan cermin kamarnya. Bibirnya bergerak pelan, seolah sedang berdialog dengan seseorang, meskipun tak ada orang lain di sana.

"Jin itu selalu bersembunyi di balik bayang-bayangmu. Mereka tak terlihat oleh mata manusia, namun mereka ada. Apakah kau tak pernah merasa waspada, karena mereka bisa mempengaruhi pikiran dan hatimu?" suara Ustadz Jamin terdengar jelas dalam keheningan malam.

Lihat selengkapnya