ILAFAT

Topan We
Chapter #24

Hari Ke 15

Suara adzan yang berkumandang setiap waktu menjadi latar yang menyatu dengan hirup udara segar yang mengalir perlahan di sela-sela pepohonan rindang. Walau saat ini di pesantren sedang dihantam oleh aura negatif besar dari makhluk gaib, namun para santri tetap berusaha menanamkan ketenangan dan kedamaian yang bagaikan sebuah janji, menjaga setiap langkah yang datang untuk menginjakkan kaki di dalamnya Lillahi taala hanya untuk belajar ilmu agama. Namun hari itu, ada yang tak terduga, yang mengancam kedamaian yang telah lama terpelihara.

Seorang lelaki paruh baya, berpenampilan sederhana dengan jaket lusuh dan keranjang berisi dagangan, berjalan pelan memasuki gerbang pesantren. Wajahnya nampak serius, meskipun senyuman tipis tak pernah lepas dari bibirnya. Namanya adalah Mang Ewok, dan seperti yang terlihat pada pandangan pertama, ia tampak seperti seorang pedagang biasa yang membawa barang dagangan untuk dijual kepada para santri. Namun di dalam hatinya, tersembunyi niat yang sangat kelam.

Mang Ewok memang bukan pedagang biasa. Ia datang dengan misi tersembunyi yang sangat berbahaya. Di bawah keranjang dagangannya yang tampak penuh dengan benda-benda biasa, ada sesuatu yang lebih gelap. Tanah yang dikumpulkannya dari kuburan-kuburan yang tak terawat, tanah yang penuh dengan energi kegelapan yang disiapkan untuk disebarkan di sekitar pesantren. Tanah itu, menurut kepercayaan yang dia pegang, akan membawa malapetaka dan menghancurkan kedamaian yang selama ini ada di pesantren itu. Ia tahu, jika bisa menebarkan tanah kuburan di tempat yang tepat, maka niat jahatnya akan terwujud. Ia berencana mengacaukan kehidupan para santri yang sudah lama hidup dalam kedamaian.

Namun, Mang Ewok tak tahu, di dalam pesantren ini ada seorang pemuda yang sangat peka terhadap segala hal yang tidak beres. Dia adalah Burhan, seorang santri yang dikenal karena ketajaman instingnya dan kesetiaannya pada ajaran agama yang benar. Sejak pertama kali datang ke pesantren ini, Burhan sudah merasakan bahwa ada yang aneh dengan kedatangan Mang Ewok. Tanpa alasan yang jelas, ia merasa ada yang tidak beres dengan pedagang yang tampak begitu tenang itu.

Burhan memandang dari jauh, matanya meneliti setiap gerak-gerik Ewok. Ia tak ingin buru-buru menuduh, namun ada sesuatu yang terasa janggal dalam setiap langkah Ewok. Ketika Ewok memasuki halaman pesantren, ia mulai berhati-hati. Burhan mengamati gerak-gerik pedagang itu yang tampaknya mencari sebuah tempat yang sepi. Ewok berhenti di dekat sudut gedung pertama, jauh dari pandangan kebanyakan santri yang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Burhan yang tak ingin mengambil risiko segera melangkah menuju tempat itu, berusaha agar langkahnya tidak terdengar.

Sesampainya di sana, Burhan melihat Ewok sedang membuka keranjang dagangannya. Matanya melirik ke arah tanah yang tersembunyi di balik barang-barang yang tampak biasa itu. Ewok mulai mengambil sejumput tanah yang sudah disiapkannya dan mulai menaburkannya di sekitar area pesantren, dengan sangat hati-hati, seolah-olah tidak ingin ada yang tahu. Namun, gerak-geriknya begitu mencurigakan bagi Burhan. Ia merasa waktunya untuk bertindak sudah tiba.

"Hei, Mang," suara Burhan terdengar dengan tegas, menginterupsi aktivitas Ewok. "Mamang lagi bikin apa?"

Lihat selengkapnya