ILAFAT

Topan We
Chapter #34

Hari Ke 25

Hari itu, matahari mulai tenggelam di balik bukit, memancarkan cahaya keemasan yang menyelimuti langit. Suasana di sekitar desa mulai tenang, hanya terdengar suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan. Di ujung jalan, Asra, seorang petani setempat, baru saja pulang dari kebunnya yang terletak jauh di luar desa. Rantai kehidupannya yang sederhana membawa Asra pada rutinitas yang tak pernah berubah: bekerja di kebun, pulang ke rumah, beristirahat, dan menanti esok hari yang serupa. Namun, pada sore itu, perjalanan pulangnya akan mempertemukannya dengan sesuatu yang tak terduga.

Jalan yang dilaluinya melintasi area belakang pesantren yang terletak di tengah desa. Pesantren itu, dengan bangunannya yang megah dan halaman yang luas, selalu memiliki aura tenang yang membuat siapa pun yang melintas merasa damai. Namun, sore itu, Asra merasa ada sesuatu yang aneh di sekitarnya. Di belakang pesantren, di sebuah tempat yang biasanya sepi, ia melihat seseorang yang sedang jongkok di atas tanah, tangannya tampak sibuk menepuk-nepuk permukaan tanah seperti sedang mencari sesuatu. Tanpa ragu, Asra memperlambat langkahnya dan mendekati orang tersebut.

Saat lebih dekat, Asra baru menyadari siapa orang itu. "Ustad Jamin?" gumamnya, terkejut melihat sosok yang tampaknya sedang sibuk dengan aktivitas yang tak biasa. Ustad Jamin yang Asra kenal dengan perangai yang selalu ceria namun hari itu, wajahnya tampak pucat dan lelah, seolah ia sedang menanggung beban yang berat.

Asra menghampiri dengan langkah pelan. "Ustad Jamin, sedang apa di sini? Sebentar lagi kan mau Maghrib?" tanya Asra dengan suara ramah, meskipun dalam hatinya ada rasa cemas melihat kondisi sang ustad yang berbeda dari biasanya.

Ustad Jamin mengangkat wajahnya dan tersenyum tipis. "Ah, Mang Asra... hanya sekadar melepas penat. Enggak ada yang perlu dikhawatirkan," jawabnya dengan santai, meskipun ada keheningan dalam suaranya yang membuat Asra merasa ada yang kurang. "Saya sedang mencari ketenangan, melihat tanah ini, mencoba meresapi suara alam yang semakin sunyi saat senja datang."

Asra menatap Ustad Jamin dengan penuh rasa ingin tahu, namun tidak bertanya lebih lanjut. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya setelah mendengar jawaban ustad Jamin yang menurutnya berbelit-belit, namun ia memilih untuk menghormati sang ustad. Sebelum beranjak pulang, Asra pun melontarkan sebuah pertanyaan lain. "Akhir-akhir ini saya jarang melihat ustad di pesantren. Gimana kabarnya ustad?"

Ustad Jamin menarik napas panjang sebelum menjawab. "Kebetulan saya sedang kurang sehat, Mang Asra. Semenjak beberapa hari lalu, tubuh saya selalu terasa lemah, dan saya harus lebih banyak beristirahat. Itu sebabnya saya jarang datang ke pesantren."

Asra terkejut mendengar jawaban itu. Ia tidak menyangka bahwa ustad yang selalu terlihat energik dan penuh semangat itu sedang sakit. "Oh, begitu... Semoga cepat sembuh, ustad." Ujar Asra dengan penuh empati. Ia menatap wajah Ustad Jamin yang tampak lebih pucat dari biasanya, seolah tubuhnya tidak mampu lagi menahan lelahnya.

Lihat selengkapnya