ILAFAT

Topan We
Chapter #38

Hari Ke 29

Hari itu, setelah selesai mengaji kitab di mushala, Ustad Fatur meminta semua santri laki-laki untuk mengumpulkan kayu bakar. Suasana di mushala cukup tenang setelah kegiatan mengaji, namun udara pagi yang segar memberi semangat baru bagi para santri. Ustad Fatur mengatakan bahwa beberapa hari ke depan, Kiyai Majid akan mengadakan pengajian sekaligus memperingati 40 hari meninggalnya mertua Kiyai. Kegiatan tersebut tentu saja membutuhkan persiapan, salah satunya adalah kayu bakar yang banyak untuk masak di dapur umum.

“Adik-adikku sekalian, kita akan mempersiapkan pengajian ini sebentar lagi. Kayu bakar harus cukup untuk beberapa hari ke depan. Kita akan cari kayu bakar bersama,” kata Ustad Fatur dengan tegas namun penuh kebaikan. Suaranya menggema di antara deretan barisan santri yang sudah siap untuk bergegas.

Setelah itu, para santri mulai berpencar menuju kamar masing-masing untuk mengganti pakaian dan bersiap melaksanakan tugasnya. Hanya ada beberapa orang yang masih berada di mushala, yaitu Burhan, Wardi, dan Ustad Fatur. Burhan dan Wardi tampak saling memandang, seakan ada sesuatu yang ingin mereka bicarakan. Momen ini terasa begitu pas bagi mereka untuk berbagi cerita.

“Ustad,” Burhan mulai membuka percakapan, “Saya ingin cerita tentang mimpi yang saya alami semalam. Rasanya, mimpi itu aneh sekali.”

Wardi yang mendengarnya langsung tertarik. Mimpi seringkali menjadi pembicaraan di kalangan santri, terutama jika itu menyangkut sesuatu yang menyangkut hal gaib, mistis dan penuh teka-teki. “Mimpi apa kamu Burhan?” tanyanya dengan penuh rasa ingin tahu.

Burhan menarik napas panjang. “Saya bermimpi tentang keluargaku yang pergi ke suatu tempat entah dimana itu. Kami semua menggunakan pakaian muslim termasuk kakekku. Setelah kami tiba di tempat itu kakekku berjalan ke satu tempat dan ia tidak mau diikuti oleh siapa pun.” Burhan terus menceritakan mimpinya.

Wardi dan ustad Fatur mendengarkan dengan seksama, mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan Burhan. Tak lama kemudian, Ustad Fatur yang mendengarnya memberikan tanggapan. Dengan wajah yang bijak dan tenang, Ustad Fatur berkata, “Burhan, mimpi adalah bagian dari alam bawah sadar kita. Terkadang, kita bermimpi tentang hal-hal yang menakutkan atau mengganggu pikiran kita. Namun, kita harus ingat bahwa mimpi tidak bisa dijadikan sebagai kebenaran yang pasti. Semua kehendak hanya milik Allah, dan Allah lah yang Maha Mengetahui. Janganlah kita terbawa perasaan atau terlalu yakin dengan apa yang kita lihat dalam mimpi.”

Burhan menundukkan kepalanya, mencoba mencerna perkataan Ustad Fatur. Meskipun rasa gelisah nya terus menggelayuti hatinya. Bagaimana jika mimpinya itu benar-benar menjadi kenyataan? Namun, ia tidak mengungkapkan keraguannya lebih lanjut, karena kata-kata Ustad Fatur cukup menenangkan hatinya.

“Betul, Burhan,” lanjut Ustad Fatur dengan lembut, “Mungkin mimpi yang kamu alami itu hanya kebetulan, atau bisa saja Allah mengirimkan petunjuk lewat mimpi, namun kita tidak boleh meyakini sepenuhnya. Kita harus tetap berhati-hati dan menyerahkan semua itu kepada-Nya.”

Burhan mengangguk, merasa sedikit lega dengan penjelasan tersebut. Namun, tidak bisa dipungkiri, sesekali rasa tidak tenang itu masih menggelayuti hatinya. “Saya akan berusaha tidak terlalu memikirkannya, Ustad,” jawab Burhan.

Lihat selengkapnya