Suasana rumah ustad Jamin terlihat lebih cerah dari biasanya. Walaupun tubuhnya masih agak lemas, senyum yang tersungging di wajahnya menunjukkan bahwa ia mulai merasa lebih baik. Sejak beberapa hari terakhir, ia telah mengalami kondisi yang cukup mengkhawatirkan, namun berkat doa dan perhatian dari teman-temannya, bahkan gurunya sang kiyai, juga Burhan dan ustad Fatur, ia perlahan pulih. Kini, ia bisa duduk dengan tenang di ruang tamu, berbincang dengan kedua sahabatnya itu.
"Alhamdulillah, saya merasa jauh lebih baik sekarang, terima kasih atas kalian berdua," kata ustad Jamin dengan nada tulus. Wajahnya yang tampak lebih cerah menunjukkan rasa terima kasih yang mendalam. "Jika bukan karena kalian, mungkin saya belum bisa duduk di sini hari ini."
Burhan, yang duduk di sebelahnya, hanya tersenyum mendengar pujian itu. Meskipun tampak rendah hati, ada sedikit pancaran kepercayaan diri yang berbeda dari biasanya. Dia merasa bangga karena bisa menjadi bagian penting dalam proses kesembuhan ustad Jamin. Meskipun ia selalu mengatakan bahwa segala sesuatu adalah berkat Allah SWT, perasaan angkuh itu mulai muncul dalam sikap dan gerak-geriknya.
Ustad Fatur yang duduk di seberang mereka, mengangguk setuju. "Benar, ustad Jamin, semuanya memang atas izin Allah, tapi kita juga berperan dalam membantu yang lainnya," katanya dengan nada bijak. "Kami hanya berusaha semaksimal mungkin, semoga Allah selalu memberi kemudahan."
Namun, Ustad Jamin justru terlihat lebih menatap Burhan daripada Ustad Fatur. Ia seperti lebih terkesan dengan apa yang telah dilakukan Burhan. "Burhan, saya rasa kalau hanya Ustad Fatur yang menangani, mungkin kondisi saya akan semakin memburuk. Kamu punya cara yang berbeda dalam menghadapi masalah seperti ini, saya merasa itu sangat membantu. Terima kasih, Burhan."
Mendengar pujian tersebut, Burhan sedikit terkejut. Namun, rasa bangga yang muncul di dalam dirinya tidak bisa disembunyikan. Ia menundukkan kepala sejenak, seakan merendah, tapi tubuhnya tetap tegak dan penuh percaya diri. "Ah, semuanya hanya karena Allah ustad. Saya hanya melakukan apa yang saya bisa."
Ustad Fatur memandang Burhan dengan sedikit kerutan di dahi. Ia cukup memahami sifat Burhan yang memang sering menyatakan hal-hal seperti itu akhir-akhir ini, namun kali ini ia merasa ada yang berbeda. Burhan memang mengaku bahwa segala sesuatu adalah berkat Allah, namun dari cara bicara dan sikapnya, ia mulai terlihat seperti seseorang yang sedikit lebih merasa tinggi diri. Ustad Fatur memilih untuk tidak mengomentari hal itu. Ia hanya tersenyum tipis.
Burhan kemudian melanjutkan pembicaraannya dengan lebih bersemangat. "Ustad saya ingin berbicara tentang dunia gaib. Saya yakin banyak yang belum memahami betul tentang hal itu. Seringkali kita merasa kuat akan menangani hal tersebut, namun pada kenyataannya kita tidak mampu menanganinya."
Ustad Fatur yang mendengarkan dengan saksama, mulai merasa bingung. Burhan berbicara dengan bahasa yang sangat singkat dan penuh istilah yang tidak familiar baginya. Sebagai seorang yang lebih mengutamakan pendekatan yang lebih praktis dan bersifat langsung dalam pengajaran agama, Ustad Fatur merasa kesulitan untuk mengikuti alur pembicaraan Burhan. "Apa maksudmu, Burhan? Bukankah ustad Jamin juga adalah seseorang yang selalu mampu menangani hal semacam ini namun hanya saja saat ini ia sedang diganggu oleh kekuatan gaib yang lumayan tinggi."
Burhan tersenyum penuh percaya diri, seolah ia adalah lebih ahli dalam bidang tersebut. "Sebelumnya saya mohon maaf ustad. Dunia gaib itu sangat kompleks. Setiap tindakan kita di dunia nyata ini memiliki dampak di dunia gaib, dan kadang-kadang kita tidak menyadari adanya pengaruh tersebut. Banyak hal yang terjadi di sekitar kita yang sebenarnya ada hubungannya dengan dunia gaib, bahkan hubungan antara manusia dengan makhluk-makhluk halus."