ILAFAT

Topan We
Chapter #42

Hari Ke 33

Pagi itu, Kiyai Majid mengundang Ustad Fatur untuk berbincang di ruangannya. Menurut kabar yang beredar, ada hal penting yang ingin beliau sampaikan. Ustad Fatur merasa sedikit cemas, namun ia tetap melangkah mantap, menyusuri jalan yang tidak terlalu ramai oleh para santri.

Sesampainya di ruangan Kiyai Majid, pintu yang terbuat dari kayu jati itu terbuka perlahan. Ustad Fatur disambut dengan senyuman hangat dari Kiyai Majid yang sudah menunggu di teras ruangannya.

"Assalamualaikum Bah." Sapa ustad Fatur.

“Waalaikum salam, Ustad Fatur. Silakan masuk,” kata Kiyai Majid dengan suara lembut yang penuh wibawa.

Ustad Fatur mengangguk, kemudian melangkah masuk dengan langkah yang hati-hati. Ruangan itu terkesan sederhana namun sangat sakral. Dinding-dinding kayu yang dihiasi dengan ayat-ayat Al-Qur'an dan beberapa lukisan tradisional menambah kesan kerendahan hati yang dimiliki Kiyai Majid.

“Terima kasih, Bah.” timpal Ustad Fatur sambil duduk di kursi yang disediakan.

Kiyai Majid duduk di hadapannya, menatap Ustad Fatur dengan mata yang tajam, seolah sedang menilai sesuatu.

“Bagaimana kabar Ustad Jamin? Saya dengar beliau sudah agak membaik?” tanya Kiyai Majid, langsung ke pokok permasalahan.

Ustad Fatur terdiam sejenak, memikirkan jawaban yang tepat. Ia sudah tahu, Kiyai Majid tidak hanya menanyakan keadaan Ustad Jamin, tetapi juga berharap mendengar perkembangan situasi yang lebih luas. Perlahan, ia membuka pembicaraan.

“Ustad Jamin… terakhir kemarin saya dan Burhan ke sana beliau terlihat agak baik. Namun kadang kala gerak geriknya masih seperti ada yang mengaturnya. Bahkan sebelum kami pulang, ustad Jamin melihat keanehan pada diri Burhan," suaranya terdengar berat.

Kiyai Majid mengerutkan dahi, menandakan bahwa ia semakin khawatir dengan keadaan Ustad Jamin.

Ustad Fatur menarik napas dalam-dalam, seolah mempersiapkan diri untuk menceritakan hal yang cukup berat.

“Selain itu ada hal yang perlu saya katakan lagi tentang Burhan, Bah. Setelah kami membantu ustad Jamin, Burhan, mengalami perubahan yang sangat mencolok Bah. Awalnya, ia dikenal sebagai orang yang rajin beribadah, tidak pernah meninggalkan shalat, dan seringkali berjamaah di mushala. Namun belakangan ini, setelah beberapa malam bergadang, ia mulai meninggalkan shalat Isya dan Subuhnya. Dan yang lebih mengherankan, kepekaannya terhadap makhluk gaib semakin meningkat.”

Lihat selengkapnya