ILAFAT

Topan We
Chapter #44

Hari Ke 35

Malam itu, Kiyai Majid bersama beberapa santri yang setia menemaninya, seperti Burhan, Ustad Fatur, dan beberapa ustad lainnya, sedang duduk bersama di ruang tengah pesantren. Suasana hari itu terasa tenang dan penuh semangat. Kiyai Majid mengumpulkan para santri untuk membicarakan suatu hal yang penting.

"Anak-anakku, hari ini kita akan melakukan perjalanan ke rumah Ust Jamin. Beliau sedang sakit, dan sudah beberapa hari ini tidak bisa hadir di pesantren. Kita akan berdoa bersama untuk kesembuhan beliau," ujar Kiyai Majid dengan nada lembut namun penuh kepastian.

Burhan, seorang santri muda yang dikenal sangat dekat dengan Ustad Jamin, merasa sangat antusias mendengar kabar tersebut. Ia seringkali mendampingi Ustad Jamin dalam berbagai aktivitas di pesantren, bahkan turut mendengarkan ceramah-ceramah yang beliau sampaikan. Burhan merasa sangat menghormati Ustad Jamin dan berharap bahwa pertemuan ini akan menjadi momentum untuk mendoakan kesembuhan beliau.

Sesampainya di rumah Ustad Jamin, suasana yang terasa sejuk di luar seakan mengiringi kedatangan mereka. Rumah Ustad Jamin terletak di ujung desa, dikelilingi oleh pepohonan hijau yang membuat suasana menjadi tenang. Ustad Jamin sendiri seorang guru yang sudah lama dirindukan kehadirannya oleh para santri, dan salah satu murid kesayangan kiyai Majid kini hanya terkulai lemah. Akhir-akhir ini beliau harus istirahat karena sakit yang tak kunjung sembuh.

Begitu sampai di halaman rumah, mereka disambut dengan ramah oleh ibu Ustad Jamin dan beberapa kerabat beliau. Ibu Ustad Jamin, seorang wanita yang penuh kasih sayang dan sangat menghormati para ulama, mempersilakan mereka untuk masuk ke dalam rumah. Kiyai Majid dan rombongan pun masuk ke ruang tamu yang sederhana namun terasa hangat dengan keramahan tuan rumah.

"Saya sangat berterima kasih atas kedatangan Kiyai dan seluruh santri. Kehadiran kalian sangat berarti bagi keluarga kami," kata ibu Ustad Jamin sambil tersenyum lemah.

"Semoga Allah memberikan kesembuhan kepada Ustad Jamin, Bu. Ini adalah kewajiban kami sebagai keluarga besar pesantren," jawab Kiyai Majid dengan penuh rasa hormat.

Burhan mendengarkan percakapan ibu ustad Jamin dan kiyai dengan penuh rasa sedih. Ia hanya mampu mendoakan ustad Jamin tak henti-hentinya.

Setelah beberapa saat berbincang, mereka pun mulai duduk melingkar di ruang tamu. Tahlil bersama akan dimulai. Kiyai Majid memimpin doa, diikuti oleh para santri yang dengan khusyuk membaca dzikir. Suasana hening hanya terdengar suara dzikir yang mengalir penuh khidmat. Burhan duduk di antara Ustad Fatur dan beberapa ustad lainnya, matanya tak pernah lepas dari Ustad Jamin yang terbaring lemah di pembaringan.

"Ya Allah, semoga engkau mengampuni dosa ustad Jamin, dan tempatkanlah ia di tempat yang terbaik" doa Kiyai Majid dipanjangkan dengan penuh pengharapan. Para santri mengaminkan doa tersebut, dan suasana doa semakin terasa mendalam.

Lihat selengkapnya