ILAFAT

Topan We
Chapter #47

Hari Ke 38

Langit malam telah sepenuhnya gelap ketika suara wirid menggema pelan dari mushala kecil di sisi barat pesantren. Suara itu datang dari Burhan. Mulutnya bergerak pelan, merapal kalimat-kalimat suci yang telah dihafalnya sejak lama. Satu demi satu, tasbih, tahmid, dan takbir meluncur dari bibirnya seperti aliran sungai yang tenang. Diujung wiridnya, ia menutup dengan doa, menunduk dalam khusyuk yang dalam.

Tak lama setelah ia menyelesaikan wiridnya, langkah pelan mendekatinya. Suara sandalnya menyeret-nyeret di atas lantai mushala yang dingin. Burhan menoleh pelan, ternyata itu ustad Fatur.

"Assalamualaikum?" Sapa ustad Fatur sembari duduk di sampingnya.

"Waalaikumsalam, ustad," jawab Burhan dengan tenang.

Ustad Fatur terlihat kikuk. Tangannya bermain-main dengan tasbih yang masih tergantung di jari. Pandangannya sempat menghindari mata Burhan, seolah sedang mencari-cari cara untuk memulai pembicaraan yang berat.

"Ada yang ingin saya bicarakan denganmu, Burhan," katanya, suaranya rendah, hati-hati.

Burhan mengangguk pelan, "silahkan, ustad."

Ustad Fatur menatap wajah muridnya itu. Wajah yang selama ini ceria namun kini tampak agak pucat. Ia menghela napas panjang sebelum mulai bicara.

"Kamu merasa sehat-sehat saja kan?"

Burhan mengernyit. "Alhamdulillah saya merasa baik-baik aja, ustad. Memangnya kenapa?"

Ustad Fatur menarik napas pelan. Ia tahu tak ada waktu lagi untuk bertele-tele.

"Saya harus bicara terus terang, Burhan. Ini tentang sesuatu yang telah kami sembunyikan darimu. Sekarang sudah saatnya saya memberi tahu kamu."

Burhan diam. Pandangannya mulai berubah. Rasa penasaran bercampur was-was mulai menggerayangi dadanya.

"Kamu pasti sudah pernah dengar, soal sejarah pesantren ini, bukan?" tanya ustad Fatur, berusaha membawa percakapan ke jalur yang lebih mudah diterima.

Burhan mengangguk pelan. "Iya, saya dengar dari ustad Jamin. Juga dari teman-teman lainnya, sejak waktu awal saya masuk. Katanya.... tempat ini dulu pasar para Jin.

"Wallahu a'lam. Bisa jadi benar, bisa juga tidak. Kita wajib percaya kepada yang gaib, tapi jangan sampai larut di dalamnya. Itu selalu menjadi pesan para guru kita."

Burhan masih terdiam, mencoba mencerna arah pembicaraan ustad Fatur.

"Burhan, saya tahu kabar ini akan mengejutkanmu. Tapi saya harus katakan." Ustad Fatur menatap mata Burhan, mencoba membangun keberanian yang tersisa. "Ustad Jamin... sudah meninggal dunia."

Deg.

Burhan tak langsung bereaksi. Matanya membelalak, tapi mulutnya tetap terkunci. Otaknya seperti tak mampu segera memahami kata-kata itu.

"Apa maksud antum, Ustad?" suaranya nyaris tak terdengar.

"Kemarin kita ke rumahnya. Tahlilan. Ia wafat subuh hari kemarin. Kamu... juga kemarin berada disana. Hanya saja kamu tidak menyadarinya sama sekali."

Burhan hanya bisa melongo. Tubuhnya terasa dingin. Telinganya seolah berhenti menerima suara. Ia menggigit bibirnya pelan, berusaha menahan emosi yang mulai bergolak.

Lihat selengkapnya