ILAFAT

Topan We
Chapter #48

Hari Ke 39

Burhan membuka matanya perlahan. Pandangannya kabur, tapi ia bisa mengenali wajah-wajah yang berdiri di sekeliling ranjang. Ibunya duduk di sisi kanan, menggenggam tangannya erat dengan mata sembab. Di sebelah kiri, ayahnya berdiri dengan wajah muram dan letih, seolah baru saja melewati malam tanpa tidur. Tak jauh dari mereka, berdiri Ustad Fatur, tenang dan kalem seperti biasa, dan dua sahabat sekamarnya, memandangi Burhan dengan tatapan campur aduk—antara lega dan cemas.

"Burhan..." suara ibunya lirih, serak. "Nak... kamu sudah sadar?"

Burhan ingin menjawab, tapi suaranya tercekat di tenggorokan. Ia hanya bisa mengangguk pelan. Tubuhnya terasa lemah, seakan tenaga telah terkuras habis.

"Alhamdulillah," bisik ayahnya.

Ustad Fatur melangkah maju, duduk di kursi kayu di sisi kaki ranjang. Matanya yang tajam menatap Burhan lekat-lekat, namun tidak dengan tatapan menghakimi—lebih seperti mencoba memahami sesuatu yang rumit dalam benak pemuda itu.

Burhan menatap ustad Fatur, lalu memandang satu per satu wajah di sekelilingnya. Rasa gelisah menyelimuti dadanya. Ada yang tidak beres. Sesuatu yang besar... dan mengerikan.

"Aku... aku lihat Ustad Jamin..." suara Burhan bergetar, matanya membelalak seketika. "Beliau....kerasukan...ustad Jamin kerasukan lagi..."

Ruangan menjadi hening. Hanya isak pelan dari ibunya yang terdengar. Ustad Fatur menghela napas panjang, lalu menunduk sebentar sebelum berbicara.

"Burhan, dengarkan saya baik-baik. Semua yang kamu lihat... semua yang kamu alami... itu bukan kenyataan."

"Tapi saya melihatnya sendiri, ustad!" seru Burhan, suaranya mulai meninggi. "Saya dengar suaranya! Bukan suara Ustad Jamin! Suara itu jelas dari panglima jin! Saya bacakan ayat-ayat... dia meludahi saya! Saya—"

"Kamu bermimpi, Burhan."

Burhan terdiam. Kata-kata itu seperti tamparan dingin di pipinya.

"Apa?" bisiknya.

"Itu semua tidak terjadi," lanjut ustad Fatur tenang. "Apa yang kamu alami, semua gambaran kerasukan, suara asing, kejadian di belakang gedung... itu hanya khayalan. Mimpi-mimpi yang tercipta dari rasa takut dan beban pikiranmu. Ustad Jamin memang sakit. Parah. Dan malam itu... kamu memang ada di sana. Bersama Wardi dan Adul. Tapi kamu tidak menyadari apa yang sebenarnya kamu lakukan."

Wardi menunduk. Adul fokus kepada Burhan.

Lihat selengkapnya