“Halo Ilham, kita bertemu lagi.”
Kamar berukuran 4 x 4 m itu terlihat sedikit menyeramkan. Tiba-tiba saja sosok misterius muncul di laptopnya dengan pakaian hitam pekat dan sebuah topeng menyeramkan di wajahnya. Ilham yang melihat sosok misterius itu muncul di laptopnya refleks bergerak mundur menjauhi laptop. Ia berusaha mengatur nafasnya. Cara menghadapi suatu masalah adalah dengan tenang.
“Siapa Lo? Emang kita pernah ketemuan?” Ilham memegang stopkontak. Ia bersiap-siap jika sosok misterius itu tiba-tiba mengeluarkan jumpscare yang menakutkan.
“Pertanyaan bodoh.” Sosok misterius itu berkata tajam.
“Enak aja lo bilang gue bodoh. Siapa lo?,”
Sosok Misterius itu meraih topengnya dan perlahan ia membuka dengan menggeser kesamping hingga memperlihatkan setengah wajahnya. Mata Ilham terbelalak dan mulutnya sedikit menganga akibat melihat sosok dibalik topeng tersebut.
“Zara?” Ilham mengucek-ngucek matanya, ia tak percaya bahwa sosok itu adalah Zara.
“Hai Ilham, kamu mencintaiku kan? Ayo ikut bersama ku besok sore ke taman kota.” Wajah sosok misterius yang terlihat seperti Zara tersenyum manis. Mirip sekali dengan Zara.
Ilham menatap layar laptopnya sembari menggeleng-gelengkan kepala. Nafasnya mulai tidak teratur. Kejadian di depannya sangatlah aneh. Ia masih tak percaya bahwa itu adalah Zara. Lihatlah, di belakang Zara ada satu sosok bertopeng lagi yang memegang senjata tajam. Sosok itu juga ikut menggeser kesamping topengnya, memperlihatkan setengah wajahnya.
“Venny?” Ilham kini melepas pegangannya pada stopkontak. Tubuhnya mendadak lemas, ia langsung jatuh terduduk ke lantai.
“Enak banget lo ngambil Ilham. Jangan ganggu cowok gue.” Sosok yang mirip seperti Venny kini mengangkat pisau belatinya kearah Zara. Ilham mendadak bingung, sejak kapan Venny jadi pacarnya?
“Awas Raa.” Ilham berteriak sambil berusaha menolong Zara. Percuma, karna ia hanya bisa menyaksikan saja dari layar laptopnya.
Sosok Zara menoleh ke belakangnya. “Tolongin gue ham,”. Sosok yang mirip Zara menatap Ilham dengan sendu. Perlahan, air matanya menggelinding jatuh ke pakaian hitamnya.
Terlambat, sosok yang mirip seperti Venny sudah bersiap untuk melempar pisau belati ke leher Zara. Tiga, dua, satu, sosok misterius itu tanpa ampun menyerang Zara dengan pisau belatinya. Anehnya, Zara sama sekali tidak melawan. Kini pisau itu sudah telak mengenai leher Zara. Darah segar mengucur deras keluar dari lehernya. Sosok yang mirip seperti Venny tertawa puas. Sedangkan sosok yang mirip seperti Zara kini telah tergeletak tak bernyawa.
Ilham menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Nafasnya semakin memburu, keringat dingin keluar dari tubuhnya. Entah kenapa, hembusan angin serasa terhenti, suara jangkrik dan hewan-hewan lainnya juga mendadak berhenti. Anehnya, orangtua Ilham sama sekali tidak mendengar bahwa anaknya kini sedang di terror oleh sosok misterius.
“Sekarang giliran kau Ilham.” Sosok misterius yang mirip seperti Venny menatap Ilham dengan tajam. Tangannya menghunuskan pisau belati dari leher Zara, lalu mengangkatnya dan bersiap melemparnya kearah Ilham.
Ilham menatap sosok itu dengan heran. Bagaimana caranya sosok itu melemparkan pisau hingga bisa keluar dari layar laptop? Itu sangat mustahil. Keringat dingin mengucur deras dari tubuhnya. Perlahan, Ilham menggeser tubuhnya agar bisa mencabut steker dari stopkontak, karena kakinya tak kuat lagi untuk berdiri.
Ctrak
Ilham telah mencabut steker dari stopkontak. Sosok yang mirip seperti Venny tertawa terbahak-bahak, entah kenapa dia tertawa. Persis ketika tawanya berhenti, laptop Ilham berhasil mati. Kini sosok misterius itu sudah lenyap dari layar laptopnya. Bukankah laptop tidak akan mati walau tidak dicas? Laptop Ilham berbeda, karena laptopnya adalah laptop bekas, tidak bisa dimainkan kecuali sambil dicas.
Angin di luar mulai kembali berhembus, suara-suara hewan kembali terdengar. Ilham menghela nafas lega. Ia mengutuk dirinya sendiri, kenapa tidak mencabut stopkontak sejak tadi. Ia berusaha bangkit dari tempat duduknya.
Nyamuk-nyamuk berterbangan mengerubungi Ilham. Nyamuk sialan, umpat Ilham dalam hati. Ia segera beranjak dari tempat ia duduk menuju ke meja belajar dimana disana ada laptopnya yang sudah mati.
Ilham menatap laptop itu sejenak. Otaknya tak bisa berhenti berfikir bagaimana sosok misterius itu bisa menghack laptopnya, apakah sosok yang mirip dengan Zara dan Venny itu nyata, dan kenapa sosok yang menerornya malam ini tidak seperti sosok yang pernah ia dengar sebelumnya di kantin sekolah? Suaranya sangat berbeda. Suara yang di kantin sekolah adalah suara pria, sedangkan suara yang menghantuinya malam ini adalah suara wanita. Apakah mereka berdua adalah sosok yang berbeda?
Ah sudahlah, Ilham masih belum tahu kenapa sosok misterius itu menghantuinya selama seminggu terakhir. Perlahan, Ilham menutup laptopnya. Laptop itu kini telah tertutup sempurna. Ilham melihat ada sebuah serangga kecil yang hinggap di tembok belakang laptopnya. Ia mendiamkannya, mungkin serangga itu tidak berbahaya.
Trrrt Trrrt, Laptop Ilham tiba-tiba saja kembali mengeluarkan bunyi. Ilham refleks mundur dari tempatnya. Tawa sosok misterius itu kembali terdengar dan kali ini lebih kencang dibanding sebelumnya. Insting Ilham mengatakan ada hal yang berbahaya. Ia segera berlindung ke bawah kasur.
Saat tubuhnya membungkuk, serangga yang tadi ada di belakang laptop Ilham kini mendadak membesar dan mengeluarkan sebuah benda tajam sekecil pensil dari mulutnya.
Scraat, Ilham tiarap. Hampir saja benda kecil itu mengenai tubuhnya.
Ilham merangkak menuju ke kolong kasur. Ilham mendengus, ternyata dirinya tidak muat untuk masuk ke dalam sana. Sedangkan, serangga itu sudah siap untuk kembali menembaki Ilham dengan benda tajam yang keluar dari mulutnya. Ilham membalikkan tubuhnya menjadi telentang. Ia menatap serangga itu, sedetik kemudian serangga itu kembali menyerang Ilham.