ILHAM SANG RAJA STALKER

Satria Adhika Nur Ilham
Chapter #6

5. Ruang Kecil Perpustakaan Kota

Udara kamar terasa agak dingin. Semenjak Ilham pingsan, ibunya meletakkan sebuah pendingin ruangan kecil. Ruangan kamar yang tadinya terasa pengap, kini sudah mulai ada udara dingin yang mengelus-ngelus permukaan kulit.

“Ibu langsung panik ketika melihat kamu tergeletak pingsan di lantai. Ibu pikir awalnya kamu cuman ketiduran, ternyata sampai jam sepuluh pagi kamu belum bangun. Sudah Ibu siram pakai air satu ember, tetap saja tidak bangun. Ibu langsung panik, untungnya tetangga kita adalah seorang dokter. Jadilah Ibu minta tolong ke dia untuk memeriksa kamu.” Ucap ibunya menjelaskan.

Ilham kini sedang asyik menghabiskan sup hangat dari ibunya. Beberapa jam lalu, melihat anaknya yang sudah bangun dari pingsannya. Ibunya segera menyiapkan sup hangat untuk Ilham. Ibunya menanyakan tentang kenapa ia bisa pingsan.

“Lagian kamu kenapa bisa pingsan sih kak?” Tanya ibunya yang sedang duduk di sebelah Ilham.

“Eh, aku juga gak tau bu. Mungkin gara-gara kebanyakan makan siomay Mbak Gebi.” Ilham menjawab asal. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, jangan sampai ibunya tahu tentang kejadian kemarin malam. Bisa-bisa ia dilarang memainkan laptop dan hologramnya lagi.

“Gak mungkin, kamu jangan ngarang.” Ibunya melotot kearah Ilham.

Melihat ibunya melotot, Ilham segera mengganti topik pembicaraan “Eh, emang kata dokternya apa?”

“Kamu pingsan karena kelelahan. Katanya, kamu harus banyak istirahat. Memangnya kamu ada tugas apa sih kak sampai bisa kelelahan gitu?” Ibunya kini menatap Ilham dengan heran.

“Eh, banyak tugas dari OKNA. Pak Hakim, pembina OKNA yang baru ngasih tugas untuk mempersiapkan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa beberapa minggu lagi.” Ilham lagi-lagi asal menjawab. Mana mungkin ia diberi tugas oleh Pak Hakim, rapat saja ia jarang hadir. Tapi soal LDKS itu memang benar. Beberapa minggu lagi OKNA akan melaksanakan kegiatan untuk siswa baru.

“Lagian kamu ngapain segala ikut-ikut OKNA. Pulang sore, rapat ini-itu, tapi gak dapet apa-apa.” Ibunya mengomel. Ibunya seringkali melihat Ilham pulang maghrib dengan alasan rapat, ada acara, apapun itu yang berkaitan dengan OKNA.

“Nggak gitu bu,” Ilham membantah ucapan ibunya “Ilham dapat banyak ilmu di organisasi. Lagian juga Ilham pingsan bukan gara-gara itu. Ilham aja jarang ikut rapat.”

“Yaudah terserah kamu.” Ibunya bangkit dari kursinya lalu pergi ke kamarnya.

Ilham baru ingat bahwa hari ini ia harus pergi ke perpustakaan. Ah iya, perpustakaan mana yang harus ia datangi? Bukankah ada banyak perpustakaan di kota Ilios?

Ilham segera mengambil hologram, lalu membuka aplikasi Chatdong. Ia langsung mencari kontak Nathan, dan mengirim pesan kepada Nathan.

Ilham : Nath, gue harus ke perpustakaan mana?

Nathan A : Perpustakaan Kota.

Ilham : Lah, jauh banget. Kenapa harus di Perpustakaan kota? Bukannya banyak perpustakaan selain itu?

Nathan A : Di puisi itu kan dijelasin ‘di tempat dimana jawaban pertanyaan orang-orang ditemukan’ tandanya tempat itu bukan sekedar perpustakaan biasa. Perpustakaan yang dimaksud di puisi itu adalah perpustakaan yang nyimpen jutaan buku. Terutama yang masih berbentuk kertas, karena kan kebanyakan perpustakaan kita sekarang sudah pake hologram.

Ilham : Oke, makasih infonya.

Ilham melempar pelan hologramnya. Ia mandi lalu berganti pakaian. Ilham mengambil tas kecilnya dan memasukkan hologram serta kartu perpustakaan ke dalamnya. Ia segera beranjak keluar kamar, dan minta izin ke ibunya.

“Mah, Ilham pergi dulu ya.”

“Mau kemana kamu?” Ibunya menatap Ilham lekat-lekat. Ilham memakai kaos lengan panjang berwarna hitam dengan gambar kamera di bagian depannya. Mungkin, sebagian orang akan mengira bahwa itu adalah kamera sungguhan, padahal aslinya hanyalah sebuah gambar sablon di kaos.

“Perpustakaan Kota.” Ilham menjawab singkat.

“Jangan pulang malam-malam.” Ibunya mengingatkan.

“Oke” Ilham mengangguk dan segera pergi menuju keluar rumah. Ia membuka hologramnya, dan segera memesan Og-Jek untuk pergi ke perpustakaan kota.

***

Gedung-gedung menjuntai tinggi, beberapa bahkan hampir melewati awan. Anak-anak kecil berlarian, para mahasiswa melangkah gontai dengan wajah yang kusut akibat memikirkan skripsi, beberapa remaja SMA sedang asik berselfie. Layar-layar hologram terlihat di atas sebuah gedung bertingkat 24 lantai, bertuliskan “SELAMAT DATANG DI PERPUSTAKAAN KOTA”

Ilham melangkah ragu-ragu. Ia masih takut untuk bertemu sosok misterius itu. Ia masih bingung apakah sosok yang akan ia temui nanti adalah sosok yang meneror dia dua hari yang lalu? 

Layar hologram miliknya bergetar, menandakan ada notifikasi yang muncul.

Datanglah di sudut ruangan berhias puisi

Temuilah aku di ruangan penuh teka-teki

Astaga, ternyata ada petunjuk baru yang diberikan oleh sosok itu. Ilham menghembuskan nafas kesal, kenapa sosok itu selalu saja memberi petunjuk dengan cara yang aneh. Kenapa tidak langsung datang menemuinya lalu menyampaikan apa keperluannya.

Setibanya di depan pintu masuk Perpustakaan Kota, Ilham segera maju ke meja pendaftaran. Petugas meminta kartu tanda anggota, Ilham langsung memberinya.

“Maaf Pak, ruang puisi ada di lantai berapa ya?” Tanya Ilham.

“Di lantai 20. Kalau mau kesana, kamu jalan lurus ke depan lalu belok kanan, di sana ada lift.” Petugas perpustakaan menjawab ramah.

Perpustakaan kota memiliki 24 lantai, disertai dengan berbagai macam ruangan. Bukan hanya ruangan dengan koleksi buku, tetapi ada juga ruangan teater hingga layanan audiovisual.

Ilham melangkah menuju lift. Ia masuk dan memencet tombol lantai tujuan. 10 detik berlalu, lift sudah sampai di lantai 20.

Lihat selengkapnya