Illusions?

Azazil Lucifer
Chapter #2

Bab 2

Aku baru bisa bernapas lega dan tidak terusik, saat kelas pertama usai. Benar saja jadwal tidak tentu, dan mendadak berubah. Kelas terakhir, akan dimulai sore. Makanya, aku memilih pergi dari area kampus.

Tepatnya, aku singgah di taman kecil yang jaraknya dekat sekali dengan kampus. Ketenangan, itu kesukaanku. Jangan heran, bila sudah di rumah. Aku tidak pernah niat keluar lagi.

Kecuali, jadwal kuliah dan terakhir memenuhi ajakan Deral, yang terkadang gemar sekali memaksaku.

Aku tersentak, berusaha menjauh. Nyatanya, mahasiswa pindahan tadi—sudah berada tepat di hadapanku.

"Apa?" Aku menatap selidik ke arahnya, memang gelagatnya sudah tidak janggal lagi.

"Hanya ingin akrab, tidak boleh kah?"

Aku hanya mendengkus, kemudian mengabaikan saat mahasiswa pindahan itu ikut duduk. Aku memutuskan, fokus lagi ke buku yang belum sempat kuselesaikan.

"Nita, kau siapa?"

Kulirik sejenak, kemudian kembali ke objek fokus pertama. "Riku, kau ada maksud tertentu kah?"

Kemampuanku memang baru tebakan, tetapi terkesan nyata. Setelah kupastikan sendiri. Bukan hanya bisa melihat apa yang tidak bisa mereka lihat. Nyatanya, aku memiliki insting. Kaya, bisa merasa ada sesuatu yang disembunyikan orang lain yang melintas di sekitarku, terakhir—suka mencoba mendekat.

"Hee, terlihat jelas kah? Atau kau cenayang ya?" Nita mulai menatap aneh kearahku.

Aku berdecih. "Menebak saja, lagi juga gelagatmu tanpa sadar memberi kode sebuah jawaban."

"Baiklah, aku mendekatimu untuk memastikan sesuatu hal." Nita berdeham sejenak, kemudian mulai menatap serius ke arahku. "Kau, bisa melihatnya 'kan?"

****

Yang kulakukan sehabis kuliah, hanya rebahan. Sebenarnya tadi itu berniat mengajak Deral berkeliaran entah ke mana, intinya aku mendadak bosan. Lantas diurungkan, yap efek mahasiswa pindahan itu.

"Jadi, dia juga kah?" Aku tak menyangka bisa bertemu orang lain memiliki kemampuan persis.

Senang? Tentu saja. Karena bisa dianggap teman sesama aneh dan intinya berteman—biasa berbaur dengan hal mistis.

"Anehnya, kenapa membingungkan?" Kupejamkan mata sejenak, berharap bisa melenyapkan sebentar hal memusingkan, terus saja menyerang.

Kalau dibiarkan, akan dilanda pening yang begitu menyakitkan. Ya, aku tipe mudah drop bila memikirkan banyak hal. Anehnya, aku selalu dianggap tipe pemikir.

"Bergabung ke perkumpulan? Oh iya, aku belum membicarakannya pada Deral." Karena hanya dia, yang paham atas diriku lebih lagi kemampuan yang tanpa sadar kumiliki.

Seketika tersentak, kala membuka mata. Aku langsung terbangun dan menarik napas perlahan, ya lagi-lagi si pengganggu mengagetkanku. Seenaknya muncul dalam wujud asli.

"Arrgghh! Kalo mau ganggu silahkan aja! Asalkan jangan perlihatkan wujud aslimu!" teriakku amat muak.

Dasar setan!

Aku sebal sendiri, membentak sosok tak kasat mata. Beruntung orang tuaku tidak ada di rumah. Ada masanya mereka menertawakanku karena hal ini. Bukan berarti, akan memojokkan dan berakhir mengasingkanku.

Sekadar lelucon belaka, guna membantuku untuk tidak panik.

"Lebih baik aku mendinginkan kepala." Kulangkahkan kaki amat santai di lorong, hingga menuruni setiap anak tangga. "Teh tawar dingin sepertinya cukup."

Ketika asik membuat minuman, kulirik sejenak lambat laun si pengganggu pindah—tepat di hadapanku.

"Kau ada masalah kah? Sampai terus-menerus menggangguku?" Kuberanikan diri untuk mencari tahu alasan, si pengganggu bersosok wanita cantik cukup lama menempeliku.

Yang kulihat si pengganggu hanya menggeleng, detik berikutnya lenyap begitu saja dari pandanganku.

"Membingungkan sekaligus memusingkan!" gerutuku, sembari melangkah menuju sofa. Berharap ada siaran menarik nyatanya tidak sama sekali.

Aku berdecih, terus menekan tombol remote. Berharap sekali, akhirnya pasrah. Memutuskan mencari kaset, ah baru ingat kegemaranku saat masih SMA. Mengoleksi berbagai film action hingga horror thriller.

"Re-watch ulang, ah aku lupa membuat popcorn!" Aku ribet sendiri, langsung mem-pause dan berlari ke dapur. Kemudian, kembali duduk santai di sofa.

Lihat selengkapnya