Im (not) a Boy

Ael
Chapter #2

2. Cafe De Javu

SMA Starlight adalah salah satu SMA swasta ternama yang ada di Indonesia. Selain seragamnya yang sangat beragam, kantin lengkap, wifi lancar jaya, tentu saja ekstrakurikuler yang lengkap. Bahkan, kegiatan yang jarang ada di sekolah lain pun ada sesuai minat dan bakat para siswa Starlight.

Devan masuk ke sekolah ini karena keinginannya sendiri, bukan Papa. Lagian, keinginan si Papa cuma satu, dia pengen anak cowok.

Dulu, Devan pernah berdebat soal itu dengan Papanya. Kenapa tidak dibikin lagi biar anaknya jadi dua sekalian. Dan si Papa cuman menjawab, memangnya Devan mau punya Mama tiri?

Tentu saja tidak. Mama kandung Devan sudah meninggal 5 tahun lalu, dan Papa tidak ingin lagi menikah dan hanya mengenang Mama tercinta.

Devan menghela napas, dia sedari tadi berada di parkiran sekolah dengan motor gedenya, menatap malas ke segala arah. Banyak yang berlalu lalang di depannya sambil menyapa. Apalagi hari-hari pertandingan masih saja berlanjut sampai seminggu.

Kadang, Devan memperhatikan seragam para siswi, mereka pasti menggunakan rok, dan Devan yang krisis identitas tengah memakai celana panjang layaknya cowok.

"Bro! Akhirnya lo dateng!" Zain merangkul bahu Devan gembira.

Tanpa berperasaan, Devan mengeluarkan parfum dan menyemprotkan ke mana-mana sampai mengenai mulut Zain.

"Nggak usah deket-deket, lo pasti nggak mandi, kan?" tanya Devan sarkas.

Zain terkekeh. "Gue kesiangan, cuman mandi bebek doang tadi, pinjem parfumnya dong!"

Merebut parfum miliknya, Devan cuma bisa berdecak tipis. "Minimal lo ngasih gue promo atau diskonan cafe terdekat, nyet."

"Diskonan mulu hidup lo, macem cewek-cewek aja," balas Zain nyeleneh.

Devan memutar bola matanya malas, lah, diakan memang cewek. Tidak ada salahnya juga mencari diskonan, dia cuma ingin menghemat apapun itu dalam hidupnya.

"Tapi, karena lo baik, ada cafe di dekat sekolah. Namanya Cafe Dejavu, lo pergi ke sana, ada diskonan sampai hari Minggu, ntar sekalian kita nongkrong di sana, deal?" Zain menyodorkan tangannya.

"Oke, deal," balas Devan menjabat tangan Zain.

Sorenya, Zain memboyong Devan ke Cafe Dejavu, dengan seragam khas SMA Starlight, rompi warna hitam dengan aksen kemerahan, lalu kemeja warna putih dan celana hitam. Membuat keduanya menjadi pusat perhatian.

"Sini, deket jendela, gue nggak bisa hidup tanpa matahari," ucap Zain menarik Devan kuat.

"Nggak! Gue mau di sana! Nggak suka matahari, cok!" Kini, Devan yang menarik Zain ke arah sebaliknya.

Zain mengalah, keduanya duduk jauh dari jendela dan lebih dekat ke pojokkan karena hanya ada sedikit cahaya. Zain memesan lebih dahulu, meninggalkan Devan yang berdecak sebal.

Lihat selengkapnya