10 menit yang lalu.
Aomine, dengan kesadaran penuh menarik kedua lengan temannya untuk mengikuti Devan yang tidak sadarkan diri. Akashi dan Kuroko hanya mengikuti saja, lalu berhenti berjarak beberapa meter dari UKS.
"Lo pada mikir nggak kalo si Devan dari awal udah sakit?" tanya Aomine penasaran.
Baik Akashi dan Kuroko saling pandang, apa Aomine tidak sadar bahwa keduanya tidak mengerti bahasa Indonesia? Warga negaranya saja yang sama, tapi otak Aomine tidak memikirkan mereka.
"Aomine-kun, english or japan please," ucap Akashi jengkel.
Aomine terkekeh geli. "Sorry, it seems like Devan has been sick from the begin."
Akashi paham, dia mengangguk karena saat tanding tadi wajah Devan sangat pucat walaupun tersenyum dan mengajaknya berbicara. Hanya saja, walaupun dia penasaran dengan keadaan kapten basket itu, ada Rafly di depan pintu, sebagai penjaga.
Wajahnya sangar.
Cowok itu terus menatap mereka bertiga dengan tatapan curiga. Akashi mengusap lehernya, lalu memperhatikan jam di hp, masih ada sekitar 20 menit lagi pertandingan akan dilanjutkan.
"I think we should go there." ucap Kuroko tiba-tiba, manik birunya menatap datar kedua temannya.
"Huh? For what?" tanya Aomine heran.
Akashi berdecak. "Asking whether Devan is okay or not. Aomine-kun ba~kaa~"
Kuroko terkekeh geli. Ketiganya langsung berjalan mendekat ke arah UKS. Merangkai kata-kata sebelum teman Devan salah paham pada mereka semua.
"Aomine-kun, you first!" Kuroko mendorong Aomine agar berkomunikasi dengan Rafly.
Aomine panik. "W-why me?! WHY?! I'M SCARE!"
"Why are you running?! Why are you running! It's you! Only you can speak bahasa, Aomine-kun!" Kuroko berseru kesal karena Aomine bersembunyi di belakang tubuh Akashi.
"Akashi-kun! Help me! I can't do that for you."
Akashi berdecak halus, di saat seperti ini Aomine tak berguna, padahal dialah satu-satunya yang bisa berbahasa Indonesia. Mau tidak mau, Akashi maju dan tersenyum ramah pada Rafly.
"Apa? Kalian dari Aphrodite nggak, sih? Mau ngapain?" tanya Rafly bingung.
Sudahlah. Itu takkan berhasil, Akashi mengusap wajah kasar. "Sorry, can you speak english?"
Rafly membatu, kepalanya mendadak berasap karena pertanyaan itu, manik matanya bergetar pelan. Dasar Zain pembohong! Kenapa cowok itu berkata kalau mereka bertiga bisa berbahasa Indonesia, aslinya tidak sama sekali!
Cowok itu tertawa canggung. Merasa tak bisa menjawab, Rafly dengan cepat mencari keberadaan Azriel, setidaknya cowok itu bisa dia jadikan teman yang sama-sama tidak bisa berbahasa Inggris.
"Cok, tolongin gue!" ucap Rafly memohon pada Azriel yang tengah merenung.