Devan menyugar rambutnya setelah bermain air di air pancur khusus kumur-kumur. Cowok gadungan itu meregangkan badannya sejenak, lalu terduduk di bangku terdekat sambil makan roti.
Kalau bertanya Zain di mana, cowok itu tengah tebar pesona di kelas 10. Dia sedikit frustasi karena belum punya pacar, jadilah dia merayu adik kelas agar tidak terlalu kesepian.
"Calon pacar gue apa kabar, ya?" Devan membuka kontak Azriel, lalu berpikir sejenak.
Kalau dia telpon, apa akan diangkat? Devan mempertimbangkan segalanya untuk mendekati sang calon pacar. Azriel itu gentleman, cowok lembut, bahkan orangnya tidak tegaan walaupun sangat terpaksa. Devan jadi ingat peristiwa saat pertandingan di Bluemoon kemarin.
Apa Azriel bisa menghadapi kelompok berandalan Farhan? Devan harap bisa, setidaknya dia ingin merubah kepribadian itu menjadi lebih tajam sedikit. Minimal, bisa melawan orang daripada lemah tak berdaya.
"Devanjing!"
Devan menatap tajam, lalu tersenyum meremehkan. "Oh, siapa ini. Tukang bully Starlight udah balik habis diskors 1 bulan?"
Cowok itu——Pastian—— menatap Devan penuh amarah. Devan melirik sekilas, lalu bersandar tak peduli. Orang yang baru saja mengumpatinya itu adalah musuh bebuyutannya. Sedari kelas 10, baik Devan dan Pastian sering memperebutkan bintang kehormatan di tim basket.
Bintang kehormatan itu adalah manik-manik bintang, siapa pun yang mengumpulkan paling banyak bintang kehormatan itu, maka dia akan menjadi kapten basket saat kelas 11. Mendapatkannya pun juga mudah, orang yang paling banyak shot bola ke ring dari tengah lapangan, dia yang mendapatkan bintang.
Itulah peraturan sederhana di Starlight.
"LO!" Pastian mencengkram kerah seragam Devan, menekannya amat kuat pada bangku. "Lo nggak pantes jadi kapten basket! Lo nggak punya aura-aura wibawa, bahkan nggak tegas sama tim lo sendiri, anjing!"
"Ngaca dong," balas Devan sinis sambil menepis tangan Pastian kuat.
Devan merapikan seragam. "Asal lo tau, bang Azka mantan kapten basket dulu, dia mengakui kemampuan gue dalam permainan ini. Sedangkan lo? Bikin dia kecewa!"
Buk!
"Bangsat!" Pastian mengumpat setelah memukul pipi Devan.
Sakit! Devan menyentuh pipinya yang memar, manik hitam itu menggelap. Dia gelap mata, langsung menyerang Pastian dengan pukulan kuat. Keduanya berkelahi tanpa ingin mengalah, tak hanya Pastian yang kuat memukul, Devan tak kalah kuat karena emosi melingkupi.
"Sakit gila! Berani banget lo sama gue, Pastianjing!" Devan menjambak rambut Pastian sangat kuat.
Cuih! Devan beranjak dari sana sambil meludah darah, menatap Pastian dengan nyalang. Sial! Bibirnya berdarah karena cakaran Pastian di wajahnya. Sepanjang apa kuku cowok itu sampai melukai wajah mulusnya?!
"Lo cewek apa gimana, nyet?! Main nyakar pula berantem!" sungut Devan meraba wajahnya, perih sekali karena keringat mengalir.
Pastian mengalihkan pandangannya, dia tak terima dengan posisi kapten basket. Sekarang dia malah kalah berkelahi dengan cowok mungil seperti Devan?! Padahal tinggi Pastian sekitar 178 cm, Devan hanya 167 cm.
"Wajah mulus gue?!" teriak Devan tak terima saat berkaca.
Banyak bekas cakaran dan garis melintang merah di wajahnya. Bahkan, bukan cuma bibirnya yang berdarah, pipinya ikut menjadi korban berdarah itu. Devan merasa dirinya sia-sia merawat wajah dengan skincare.
"Lo harus ganti rugi, sih, sama biaya perawatan gue," ucap Devan datar.
"Apa-apaan?!" bentak Pastian tak terima.
"Liat wajah gue, tolol!" Devan menunjuk wajahnya. "Memar, berdarah, kuku sialan lo itu udah nyiptain luka! Gue nggak mau ada baret asu!"
"Harusnya lo bangga, Devanjing! Cowok baret luka itu tanda jantan!" Pastian makin tak terima, wajahnya juga penuh baret luka, setidaknya dia punya teman dengan melukai Devan.