Aku sedang memakan es krim di pinggir kolam renang. Akhir pekan ini aku harus memanjakan diri karena sudah berhasil bertahan hidup selama satu semester. Yeah, meski tetap saja aku sering kena hukuman Azla dan rekan kutu bukunya.
Membacakan teks Pancasila, Proklamasi, Undang-Undang Dasar 1945. Berlari keliling lapangan beserta murid terlambat lainnya. Menghormat bendera dan apalagi... oh, iya, membersihkan toilet. Bagiku semua hanya buang-buang waktu, hanya mengurangi jam pelajaranku saja. Namun hebatnya aku tidak mengeluh. Begini, ya, hukuman-hukuman Azla itu terlalu... payah.
Selama ujian semester ganjil, aku tidak pernah bertemu lagi dengan Azla. Apa dia sibuk mengikuti ujian. Eh, apa kelas 12 ikutan ujian semester ganjil juga? Akhir-akhir ini, dia tidak ada di gerbang, tidak menghukumku ketika terlambat. Hanya ada cowok kutu buku saja yang menjalani tugasnya. Bahkan, setelah dipikir-pikir lagi, dia seolah menghilang di sekolah ini. Oh Kim, kenapa harus peduli.
“Hanya Senin saja. Apa kamu bercanda?” tanya Azla sebelum menghilang. Bisa dibilang itu adalah percakapan terakhir dengannya.
“Aku tidak bercanda. Perlu bukti apalagi? Jelas-jelas hanya-Senin-saja,” sahutku pasti menusuk telinganya.
“Kim...,” rengeknya nyaris menjatuhkan air mata.
“So, jadi sekarang apa hukumannya?” tanyaku menantang.
“Silakan kamu ke kelas, hukuman menyusul,” sahutnya tanpa ekspresi. Apa dia menyerah? Kulihat punggungnya menghilang saat berbelok menuju gedung kelas 12.
Itulah hari kepergian Azla. Sekarang aku harus merayakannya. Mas Jo tiba-tiba melemparkan dirinya ke dalam air kolam. Aku terkejut karena mungkin sedari tadi aku hanya melamun, jadi tidak menyadari kedatangannya.
Mas Jo memakai celana pendek saja. Tubuhnya kurus nyaris kerempeng. Aku bertemu dengannya setiap sarapan dan makan malam. Diluar itu, apa dia suka ngemil? Kenapa tubuhnya berubah drastis?
Es krimku habis. Saat membalikan badan untuk mengambil beberapa kudapan, Mom diam di ujung pintu kaca geser. Raut wajahnya terlihat melamun menerawang ke arahku dan juga Mas Jo. Mom sedang memikirkan apa. Apa dia sedih melihat kedua anaknya saling diam? Ini bukan salah ibuku. Jangan terlalu memikirkannya, Mom. Kami sudah besar, ini hanya masalah pribadi.
“Mom...,” lirihku membuat kesadarannya kembali. “Mom oke?” tanyaku sambil menggenggam lengannya seolah akan jatuh pingsan.
“Kapan kalian saling melempar ledekan lagi, Kim?” tanya Mom membuat perayaanku hancur. “Kapan kalian saling menggelitiki lagi? Kapan kamu berteriak agar abangmu berhenti menjahilimu lagi?”
“Stop. I'm just mad at him... dan... dan aku marah ke diri aku sendiri juga, Mom,” pekikku. Mas Jo terlihat tetap sibuk berenang. Tidak peduli jika beberapa meter darinya sedang ada percakapan yang menegangkan.
“Tapi kalian itu pusat kebahagiaan kami.” Aku menyerah jika Mom sudah melibatkan kami dengan yang namanya pusat kebahagiaan. Aku menyerah karena aku takut jika situasi ini tidak akan berakhir.
“Salah dia sendiri,” kataku sambil mendelik ke arah Mas Jo.
“Kim...”
“Salah dia sendiri jadi gila,” sambungku lalu bergegas menuju kamar.
***
Sekarang juga aku ingin keluar dari rumah. Ternyata rumah yang selama ini menjadi perlindungan dari orang lain justru malah membuatku merasa terancam. Isi rumah ini adalah kepingan-kepingan kesedihan. Dad mungkin tidak menunjukannya, tapi aku tahu dia juga merasa sedih melihat kedua anaknya tidak akur.
Kim: Bas, lagi apa?
Bas: Lagi tiduran di kosan
Kim: Aku ingin main ke kosanmu
Bas: Oke, gue jemput ya
Kim: Oke
Kim: (Membagikan Lokasi)
Aku menghela napas. Setelah sekian lama merahasiakan alamat rumahku, akhirnya luluh juga untuk membagikannya kepada Bas. Sambil menunggu Bas, aku mengganti baju. Memakai kaus polos, kemeja dan jins biru. Sepatunya tetap Chuck Taylor. Tanpa diikat. Rasanya aku tidak perlu memakai tali sepatu, tapi itu hanya ide bodoh.
Mom ada di ruang tengah sedang sibuk di depan laptop. Ekor matanya melihatku yang sedang memakan permen karet.
“Mau ke mana, Kim?”
“Main,” sahutku lalu keluar rumah. Aku tidak mau memikirkan tanggapan Mom, apalagi menduga-duga. Jadi kusibukan diri bermain ponsel di kursi beranda depan.