im.pi.an (Menurut Kim)

Putriyani Hamballah
Chapter #11

Jengkel

Bas: Nona Bule, sekarang gue di depan rumah lo

Aku merasa senang. Di hari kedua liburan yang hampir membuatku mati jenuh, akhirnya Bas datang juga ke rumah. Meski tetap saja di rumah, setidaknya ada kawan. Setelah melempar ponsel entah ke mana dan tidak mau peduli, aku berlari untuk menyambut tamuku.

Bas tersenyum di atas jok motornya yang terparkir di halaman depan rumah. Aku balas tersenyum sebagai tuan rumah yang ramah.

“Ayo masuk,” ajakku dibalas anggukannya.

“Pas pertama ke sini, gue kaget sih, ternyata ini rumah lo.”

“Well, ini rumah Dad, bukan rumah aku,” sahutku dibalas dengan tawa ringan Bas.

“Iya maksudnya itu. Gue kaget ternyata rumah heboh yang selalu jadi perbincangan orang ini adalah rumah elo,” kata Bas. Kami berjalan menuju halaman belakang.

“Kenapa bisa heboh dan jadi perbincangan?”

“Rumah ini adalah rumah paling mewah dan keren di kota ini. Semua orang yang lewat bilang kalau rumah ini rumah impian mereka. Terkagum-kagum dan kadang berkhayal juga bisa tinggal di sini,” kata Bas lalu kami duduk di ayunan.

“Kok kamu bisa tahu? Emang kamu sering lihatin orang yang lewat ke sini and then, melihat mereka terkagum-kagum dan berkhayal?”

“Tidak,” jawabnya singkat. Aku melotot.

“Kamu berbicara omong kosong?”

“Yah kalau boleh nebak sih, orang-orang bakal kayak gitu, Kim. Karena gue juga suka sama rumah ini.”

“Oh, yeah, sukailah rumah ini. Tapi jangan harap rasa sukamu akan dibalas. Karena aku juga selama tinggal di sini merasa tidak damai dengan si-rumah-impian ini. Dia memusuhiku. Karena aku terlalu cantik,” balasku panjang lebar. Sebuah prestasi bisa bicara banyak kata lagi di depan Bas yang sekarang sedang tertawa. Yeah, ini lucu.

“Ah gue mah mending suka sama penghuninya daripada rumahnya.”

“Tuh... tuh... apa itu namanya? GOMBAL!” teriakku disambung oleh tawa.

Mom muncul dari pintu kaca, dia terlihat mengembangkan senyum. Ini kali kedua ibuku bertemu dengan Bas.

“Bas, apa kabar kamu?” tanya Mom ramah. Bas langsung berdiri dan mengajak Mom bersalaman. “Baik, Nyonya,” jawab Bas sopan. Sekarang dia tidak duduk lagi, tapi memilih mendorong-dorong pelan ayunan yang aku duduki.

“Nggak liburan nih?” tanya Mom.

“Maunya sih liburan,” jawab Bas santai, “malah semuanya sudah siap, Nyonya. Cuma kurang satu aja sih,” lanjutnya membuat pendengar merasa penasaran.

“Apa itu Bas?” tanya Mom.

“Teman, Nyonya. Aku tidak ada teman yang bisa diajak liburan,” jawab Bas membuatku manyun dan memutarkan bola mata.

“Sedang bahas liburan nih?” tanya Dad tiba-tiba, dia langsung bersalaman ramah dengan Bas. “Daftar liburan yang kamu tulis kapan dicentangnya, Kim?” tanya Dad mencoba merayuku dengan pertanyaannya. Mereka menatapku, menunggu jawaban.

“Liburan... ugh, Mom, bukannya liburan adalah tujuan bule datang ke sini?” tanyaku membuat mata Mom terbelalak.

“Yes, Honey. Kebanyakan memang begitu tujuannya,” sahut Mom dengan binar. Sepertinya ibuku benar-benar menginginkan liburan, ingin berkunjung ke tempat wisata. Melihat setiap inci suasana dan mengingatnya dengan baik. Biar kutebak, nanti pengalamannya pasti akan tumpah di atas kibor.

“Jika besok malam wajahku muram, kita akan diskusi melalui sambungan telepon dengan Bas untuk menentukan tanggal dan persiapan liburannya, oke?” kataku membuat Mom hampir jingkrak-jingkrak seperti bocah.

Lihat selengkapnya