Back to school!
Malam sebelum sekolah, Mom menanyakan keadaanku. Aku menjawab kalau aku baik-baik saja meski masih berduka. Dan Mom terlihat senang. Itu memang tujuanku.
Memasuki semester genap, aku tidak perlu lagi diantar-jemput oleh Mom. Sekarang, dengan senang hati aku berangkat sekolah bersama Bas. Kabar baik juga jika aku sudah tidak memerlukan kacamata, masker dan hoodie. Seutuh-utuhnya hanya memakai seragam sekolah. Aku tidak peduli. Lelah juga rasanya kalau harus sembunyi. Aku mau bebas mengekspresikan diri.
Aku dan Bas sudah sampai di sekolah. Tidak terlambat. Hukuman terakhir dari Azla membuatku malas berurusan lagi dengan OSIS-OSIS. Jadi sekarang aku bertaubat. Berusaha menjadi murid teladan berprestasi agar Mom dan Dad mengijinkanku kuliah di New York. Ha ha, ini ide genius, bukan?
Setelah upacara, kelasku tidak ada KBM. Hal itu tentu saja membuat suasana kelas menjadi ramai seperti di kelas jam kosong sekolah lainnya.
Aku memutuskan untuk mendengarkan musik bersama Bas. Musik yang mengalir melalui kabel earphone di telinga kananku dan di telinga kiri Bas.
“Lo suka lagu ini?” tanya Bas. Selain mendengarkan musik, dia juga sibuk menulis entah apa di buku catatannya.
“Gara-gara kamu,” sahutku lalu terkekeh.
“Gara-gara gue nyanyi di depan tenda terus gue menatap lo secara memikat, ya?” tanya Bas lagi membuatku memukul kepalanya.
“Apaan sih.”
“Jangan pura-pura tidak merasakannya wahai kau, Ani,” goda Bas.
“Tidak Rhoma. Tidak...,” sahutku dramatis. Aku tahu Ani dan Rhoma karena Bas mengajakku nonton saat malam terakhir berkemah.
“Jangan kau bohongi perasaanmu, Ani.”