Saat kau membaca ini, aku tak tahu kau sedang berada dimana dan dengan siapa kau di sana. Aku tak tahu bagaimana penampilanmu, entah kau sedang menatap ke arah mana dan bagaimana kedua bola matamu bergerak. Dan aku tak tahu bagaimana ekspresimu ketika membaca ini.
Bolehkah aku mengatakan ini? Meskipun kau menolak, aku akan tetap menulis ini. Bongkahan kata untukmu. Yang aku tulis untuk kau yang berada di sana, bernapas di bawah langit yang sama denganku tanpa dipungut biaya oleh Yang Maha Kuasa.
Mereka bilang cinta itu buta, aku mengakuinya. Cinta tak memandang apapun. Ketika kaujatuh cinta, kau melupakan segalanya. Dan cinta itulah yang menyemangatimu.
Aku tahu, ini gila. Ini terlalu gila untuk dipahami. Jika aku boleh mengatakannya dengan lantang, apa akan ada orang yang menyadari bahwa aku bahagia? Aku bahagia ketika membaca pesan singkatmu. Aku bahagia ketika aku menafsirkan tulisanmu menjadi kumpulan tindakan nyata. Aku bahagia ketika aku tahu bahwa aku menyukaimu lebih dari yang aku rencanakan. Dan aku bahagia karena aku jatuh cinta.
Apakah jatuh cinta yang seperti ini membuatku tidak waras? Apakah aku tidak boleh jatuh cinta sama seperti yang lain? Hanya karena aku mengenalmu melalui dunia maya? Apa aku gila karena aku bahkan tidak pernah mendapat pernyataan darimu bahwa kau adalah seorang lelaki?
Aku masih terlalu muda untuk mengerti namanya cinta, kata mereka. Tapi bisakah aku mengelak dengan pernyataan bahwa aku sedang belajar mencintai? Dengan tulus, tanpa harus menuntut untuk menggapaimu segera?
Aku tak mengatakan bahwa diriku romantis, tapi mereka mengatakan bahwa aku romantis. Tidak, aku tidak membanggakan diriku. Hanya karena aku menuliskan ini, tidak ada cara untuk mengatakan bahwa diriku ini romantis. Apa kau tersenyum dengan basa-basi ini?
Aku yakin, kau adalah lelaki yang pantas untuk dicintai. Dan aku merasa aku belum terlalu siap untuk memberikan hatiku seluruhnya untukmu, apalagi untuk orang yang bahkan belum pernah kutemui.
Aku tak mengatakan bahwa aku tidak bisa mencintaimu dengan baik, tapi kau tahu itu sulit.
Ketika membayangkanmu berkumpul dengan kumpulan manusia di luar sana membuatku cukup frustasi. Karena aku menaruh rasa dengki di sini, aku ingin bersamamu, duduk di sampingmu, menatapmu melahap sesendok nasi, atau meminum segelas air, kemudian tersenyum ke arahku.