Udara dingin menyapu kulitku yang sedang terlindung oleh selimut. Di bawah selimut, aku memegang benda berhargaku dengan erat. Aku menguap berulang kali, tapi kutahan dengan sekuat tenaga. Aku masih berharap kehadirannya dari balik ponselku.
Demi Tuhan! Matahari belum bangun dari sarangnya dan ayam jantan tetangga juga belum menegakkan lehernya untuk membangunkan orang malas sepertiku. Ini masih pagi. Tidak! Terlalu awal untuk orang sepertiku.
Tiga subuh. Kutebak – mungkin sekitar tiga sore di sana. Tapi kenapa dia tak kunjung datang? Apa ia terserang flu lagi seperti minggu lalu?
Cukup. Gengsi tidak akan memberikanmu apa-apa, Rossa. Kau harus bergerak – setidaknya untuk memastikan.
Kugeser lockscreen ponsel dengan tidak sabar. Kularikan jemariku ke aplikasi LINE. Mungkin saja aplikasi ini bermasalah dan pemberitahuan ponselku ini sedikit mengenaskan.
“Tidak ada!” pekikku tak percaya, hampir setengah berteriak.
Dia tidak mengabariku lagi hari ini!
***
“Sampai kapan kau mau dibodohi oleh laki-laki seperti dia, Rossa?”
Ah, inilah yang tidak ingin kudengar.
Kantung mataku sudah seberat karung beras 10 kg yang kuangkat saat masih duduk di bangku SMP. Pikiranku hanya berlari ke gambaran tempat tidur dan selimut hangat. Jika aku berada di sana sekarang, aku bersumpah bahwa aku tidak akan bangun dari sana sebelum aku bisa menjadi manusia normal kembali. Aku tidak bisa fokus karena kegilaan yang kubuat berulang kali.
Kuangkat kepalaku semampunya dan menatap sahabatku dengan mata sipit buatan. “Babe, dia sibuk.” Kuangkat pembelaan ini sekuat tenaga dari mulutku.
Bella hanya menghela nafas beratnya dan menatapku dengan tajam. “Sial,” umpatnya.
Inilah yang kusuka dari Bella. Dia hobi mengumpat seperti diriku. Aku tahu dia tidak mampu mengumpat sebanyak satu paragraf yang kulontarkan saat Jason tidak menghubungiku selama seminggu, tapi satu kata umpatan bisa membuat hariku – ya – menyenangkan mungkin?
Benar. Aku bukan sahabat yang baik dalam hal mengendalikan emosi dan umpatan.
“Rossa, lihatlah dirimu sekarang! Seperti zombie! Tidak, kau bukan manusia sekarang. Apa kau tidak peduli dengan omongan mereka? Baik, kau tidak pernah peduli. Tapi aku-“
“Bella peduli dengan ocehan sekumpulan mahasiswa di kelas. Itu yang kau maksud?”
Bella menangkup kedua pipiku dengan tatapan geram. “Aku peduli padamu, Rossa sayang. Kau tidak tidur karena bajingan itu. Aku benci melihatnya.”
Aku tersenyum lemas mendengar pernyataannya. “Bel, aku yakin dia hanya sibuk. Dia tidak mungkin-“
“Aku tidak mau melihatmu hancur nantinya, Ros. Rossa, aku tahu kau menyukai dia. Tapi aku-“
“Aku mencintai Jason, Bel,” potongku.
Gadis itu tidak menjawab. Dia menarik poni rambutnya dengan frustasi, kemudian dia melakukan hal yang tidak aku suka – dia memutar bola matanya!
Dengan tenagaku yang masih tersisa dan mataku yang hanya tersisa cahaya berkisar 5 watt, kusuarakan perasaanku kembali – untuk meyakinkan gadis ini.
“Bel, aku tahu kau khawatir. Tapi aku berjanji, aku akan baik-baik saja dengan keadaan ini.” Aku tersenyum seceria mungkin untuk menghapus kekhawatiran Bella.
Bella hanya tersenyum kecut menanggapinya. Ya, itu mungkin lebih baik daripada melihatnya mengamuk seperti singa yang tidak diberi makan selama dua hari.
“Kita harus masuk sekarang. Mr. Robert akan meneriaki kita seperti minggu lalu jika kita masih berdiam diri di sini.”
Aku menuruti sarannya dan mengekori Bella keluar dari kantin.
***
Hari ini benar-benar mengenaskan. Mr. Robert, dosen bahasa Inggris ini tidak jerah untuk memberikan mahasiswa tugas segunung. Yang terburuk adalah tugasnya harus diselesaikan minggu depan!
Sial! Aku sudah cukup frustasi dengan ketidakhadiran Jason. Dan sekarang-
Tunggu. Ini baru pukul 11. Biasanya Jason akan muncul.
Kuraih ponselku dari dalam tas. Seperti biasa, aku mengecek LINE dan mencari pesannya. Dan apa yang kudapat?
Jason kamu sakit?
Dibaca 22:31
Dia membacanya! Sekitar satu jam yang lalu, tetapi tidak ada balasan. Apa-apaan ini?
Kubanting ponselku ke tempat tidur. Ini sudah kelewatan!
Aku menunggunya selama 1 minggu 3 hari – tidak! Ini sudah 1 minggu 3 setengah hari!
Inikah yang kudapatkan setelah menunggu selama ini?
Aku sakit. Punggungku hampir remuk karena dosen kami memberikan tugas yang sangat banyak. Maafkan aku. Aku tidak bisa menghubungimu karena aku harus check-up ke dokter selama ini.
Kubaca pesan terakhirnya dan kali ini – aku tidak serapuh biasanya.
WELL F*CK YOUR LECTURE! F*CK YOUR BUSINESS! F*CK YOUR ASSIGNMENT! F*CK YOUR BACK! F*CK YOUR CALL! F*CK YOUR CHECK UP! F*CK YOUR DOCTOR! AND F*CK YOU!