Imagine

it's her.
Chapter #15

Travel 15 - Dendam Si Tugas Kelompok

Kau tahu apa yang paling kubenci di sekolah? Aku benar-benar tidak senang belajar, apalagi jika dikaitkan dengan tugas kelompok. Aku tidak terlalu menyukai ide itu, karena terlalu banyak memakan waktu ketika kegiatan diskusi berjalan. Guruku berkata bahwa tugas kelompok itu cukup efektif ketika mengerjakan satu tugas yang cukup menguras tenaga dan otakku. Tapi beliau tidak tahu bahwa muridnya yang satu ini tidak menyukai yang namanya tugas kelompok. Jam mainku juga ikut terganggu, itulah salah satu alasan yang membuatku benci dengan tugas kelompok.

Siang ini, aku dipaksa oleh anggota kelompokku untuk mengerjakan tugas IPS. Dengan malas aku mengambil tasku dari kamar, yang bahkan jarang kucek isinya. Dalam hati aku mendendam pada Lia yang selalu berlagak hanya karena dia dipilih sebagai ketua kelompok. Dia bahkan mengancamku jika aku tidak ikut serta dalam kegiatan diskusi, namaku akan dicoret dari daftar anggota kelompok. Ini menyebalkan!

Aku mengambil kunci motorku dari laci meja kerja bapak. Karena memang biasanya aku meletakkannya di dalam sana. Bapak dan ibu sibuk mengajar di salah satu universitas Singkawang yaitu STIE Mulia. Kupandang jam dinding yang menempel di dinding dengan indahnya. Jam 3 sore, dan Lia menyuruhku datang sebelum jam 3. Bagus, Toni. Kau melakukan hal yang akan membuat Lia menyoret namamu hari ini, bentakku dalam hati.

Dan ya, aku sudah duduk di bangku 3 SMA. Ini membuatku semakin malas untuk belajar. Karena aku memang tidak berniat untuk belajar. Hanya saja bapak dan ibu yang memaksaku untuk tetap sekolah hingga masuk ke universitas tempat mereka mengajar.

           Tak perlu panjang lebar kuceritakan kegiatanku ini, aku langsung menuju garasi dan meletakkan kedua bokongku di atas permukaan tempat duduk motor Honda milik bapak. Di perjalanan, aku melihat satu warnet yang buka. Dan anak-anak pada berkeliaran di sana. Mereka pasti asyik bermain game, pikirku.

           Counter Strike Xtreme! Sudah 3 hari aku tidak bermain dengan permainan itu. Aku bahkan belum menyelesaikan level-level yang seharusnya sudah kuhantam sejak minggu lalu.

 

 

Kepada : Lia

Pesan  :

Lia, bapak sama ibu aku lagi tidak ada di rumah. Aku disuruh jaga rumah bentar nih. 30 menit aja kok. Nanti aku nyusul sama yang lain. Jangan marah ya.

 

           Aku menuliskan pesan singkat lewat telepon genggamku setelah sampai di warnet. 30 menit sudah cukup untukku, aku akan menghabiskan level yang tersisa. Tak sampai semenit, telepon genggamku bergetar. Ah, Lia menelepon!

           “Halo,” sapaku setelah menggeser tombol hijau.

           Kudengar Lia menggerutu di seberang sana. “Toni! Kamu ngapain jaga rumah? Masa di rumah kamu tidak ada penjaganya? Kan rumah kamu besar. Bohong kamu mau jaga rumah,” tuduhnya panjang lebar.

           Aduh, ini perempuan satu!

           Aku berusaha mengontrol deruh nafasku yang sudah mulai tidak karuan, menahan amarah. “Rumah aku lagi kosong beneran. Bi Rima lagi libur soalnya. Nanti kalau aku tinggalin rumah, yang kena marah siapa? Aku juga. Bentar doang kok. Nanti aku nyusul.”

           “Awas kamu bohong,” kata Lia dengan ketus.

Lihat selengkapnya