Imagine about Her

Siji Getih
Chapter #7

6. Masa Depan

"Baik anak-anak, sebelum pulang Ibu ingin kalian tulis di kertas polio yang ibu bagiin satu-satu ke kalian." Bu Guru berjalan mengitari ruangan, membagikan kertas-kertas yang ada di tangannya pada semua murid yang berada di dalam kelas. "Di sana ada pertanyaan-pertanyaan yang harus kalian jawab, dan nanti besok langsung kalian kumpulkan di KM. Terima kasih!"

Aku mematikan lampu kamar, lalu menyalakan lampu kecil yang berada di atas mejaku. Tersimpan di atas meja sebuah kertas yang diberikan oleh Bu Guru di sekolah. Kertas tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan yang kupikir tidak memiliki jawaban yang benar dan salah, tetapi bukan berarti aku dapat menjawabnya secara asal-asalan.

Pertanyaan pertama adalah apa yang kamu inginkan di masa depan?

Masa depan? aku tidak terlalu memikirkannya. Apa yang ingin kuraih? apa yang ingin kudapatkan? ingin jadi seperti apa aku? sejujurnya aku sendiri tidak tahu ingin seperti apa aku di masa depan. Apakah aku hanya akan mengikuti arus saja atau berusaha sekuat tenaga melawan arus tersebut? aku hanya berpikir bahwa hidup dengan normal saja sudah lebih dari cukup.

Aku tertawa pelan, sepertinya aku sudah mendapatkan jawabannya. Lalu pertanyaan kedua, apa yang akan kamu lakukan jika masa depan yang kamu inginkan tidak terwujud?

Tepat ketika aku hendak menuliskan jawabannya, tiba-tiba terdengar sebuah suara berisik dari ponselku. Terlihat nama dari Wanita itu yang sedang meneleponku, dan dengan cepat kulepaskan pena yang sedang kugenggam untuk meraih ponsel di dekatku.

"Halo!" sapaku setelah menerima panggilannya. "Ada apa?"

Tidak ada suara, namun aku tetap menunggu suaranya seraya menggoyang-goyangkan kakiku pada ubin lantai.

"Oh hai!" Wanita itu kembali tidak bersuara, tapi suaranya membuat senyuman di wajahku semakin melebar. "Apa kamu sudah mengerjakan soal yang diberikan Bu Guru tadi di kelas?"

"Iya, jika saja kamu tidak meneleponku mungkin aku sudah menyelesaikannya."

"Apa itu salahku?" teriak wanita itu memekik di telingaku. "Maaf iya kalau gitu."

Suaranya terdengar imut, apa dia saat ini sedang mengembangkan kedua pipinya? membayangkannya membuatku ingin mencubit pipi-pipinya itu, "Gak bukan gitu maksudnya." Aku seraya tertawa pelan mengambil kembali pena-ku. "Bagaimana denganmu? apa kamu sudah menyelesaikannya?"

Lihat selengkapnya