Perihal pertemuan, jangan terlalu dikhawatirkan, semua telah telah tertulis. Cukup yakin dan percaya bahwa Allah telah mempersiapkan cara yang indah pada waktu yang tepat.
***
Toko Buku As-Salam menarik perhatian Ishana ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota itu. Selain menjual buku-buku, toko tersebut juga menjual perlengkapan muslim. Terdapat minimarket dengan konsep one stop sopping di sampingnya.
Ishana tiba ketika toko itu baru buka sehingga masih sepi pengunjung. Deretan novel-novel islami menarik perhatiannnya. Tanpa pikir panjang, dia segera membeli beberapa judul novel tersebut juga berniat membeli buku-buku cerita anak untuk Ziva. Saat kakinya melangkah menuju deretan buku anak, matanya beradu pandang dengan sepasang mata milik pria berkacamata yang berdiri di deretan buku ekonomi dan bisnis.
“Rupanya sudah ada pengunjung lain,” kata Ishana dalam hati.
Segera ibu dua anak itu menundukkan kepala lalu berjalan cepat melewati pria tersebut. Dipilihnya beberapa buku cerita anak, kemudian membawanya ke kasir.
Ishana tersenyum ke Eva, penjaga kasir yang sudah dikenalnya dengan baik sebab wanita bercadar itu adalah teman di kajian muslimah Al-Munawar.
“Udah pilih-pilih bukunya, Mba?” tanya Eva sambil menghitung belanjaan Ishana.
“Alhamdlilah, udah, Va. Cukuplah segitu aja dulu, besok-besok kalau ada buku bagus lagi nanti aku mampir ke sini.”
Eva tersenyum seraya menyerahkan goodie bag berisi buku-buku yang sudah dibayar Ishana. Usai saling berbalas salam, Ishana meninggalkan toko itu. Ketika kakinya hendak melangkah ke pintu keluar, dilihatnya Umi Halimah memasuki toko.
“Asalamualaikum, Umi,” sapanya sambil mencium punggung tangan Umi Halimah.
“Lho, Hana, kamu di sini? Nggak ngajar?”
“Hari ini Hana nggak ada jadwal ngajar, Umi. Hana ke sini mumpung senggang. Ini mau langsung jemput Ziva di sekolah.”
Umi Halimah tersenyum. “Sudah selesai beli bukunya?”
“Alamdulillah, sudah, Mi. Umi sama siapa ke sini? Sendiri?”
“Sama itu!” Umi Halimah menunjuk pria yang ternyata sudah berdiri di belakang Ishana.
Ishana menoleh, kemudian mengangguk ke pria tersebut, pria yang tadi sempat beradu pandang dengannya di lorong buku-buku anak.
“Ardi, kemari, Nak,” panggil Umi Halimah.
Pria berpembawaan tenang itu berjalan ke samping wanita yang sudah Ishana anggap sebagai bibinya.
“Hana, kenalkan ini Ardi, putranya Abi Anwar,” tutur Umi Halimah. “Ardi, ini Hana. Dia guru Bahasa Inggris di SMA Al-Munawar.”
Ardi menangkupkan kedua tangan di dada dengan santun yang disambut anggukkan Ishana.
“Hana duluan, ya, Umi, mau mampir sebentar ke minimarket,” pamit Ishana seraya mencium punggung tangan Umi Halimah.
“Hati-hati di jalan, Nak,” pesan Umi Halimah.
Ishana tersenyum lalu berjalan keluar toko buku menuju minimarket. Setelah membeli beberapa camilan untuk Ziva, Ishana mengemudikan Honda Jazz merah menuju sekolah putrinya. Ishana memilih menunggu Ziva di dalam mobil. Masih tiga puluh menit lagi sebelum bubaran sekolah. Bayangan pertemuannya dengan pria berkacamata tadi di toko buku berkelebat di pikirannya.
“Jadi, itu putra tunggalnya Abi Anwar,” gumam Ishana.
Dia baru pertama kali bertemu dengan pria itu semenjak mengajar di Al Munawar. Menurut cerita Umi Halimah, pria itu sedang menempuh program doktornya di Kairo. Ishana ingat beberapa waktu lalu Umi Halimah pernah bercerita sedikit mengenai keponakannya tersebut.
Muhammad Ardi Mahendra Al Haqqi. Anak-anak pondok biasa memanggilnya Ustaz Ardi. Pria itu sudah hampir empat tahun menduda. Istrinya meninggal karena kecelakaan. Mereka belum dikaruniai anak. Selain memiliki seorang putra, Abi Anwar dan istrinya juga memiliki putri angkat yang seorang perancang busana muslim. Namanya Alya. Dia tinggal di Jakarta. Ishana cukup dekat dengannya sejak pertama kali mereka bertemu di acara kajian agama.
Ishana menarik napas dalam-dalam lalu mengembusnya perlahan. Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Lima menit lagi bubar sekolah. Dia bergegas turun dari mobil menuju kelas putrinya. Tanpa dia sadari, sepasang mata elang milik Ustaz Ardi memperhatikan dari kejauhan. Ishana sampai di kelas Ziva ketika Ustazah Dina, wali kelas putrinya, tergopoh-gopoh datang menghampiri.
“Bu Hana, Ziva mendadak demam, sekarang ada di UKS,” ucap Ustazah Dina ketika sampai di depan Ishana. “Saya berkali-kali telepon Ibu, tapi tidak diangkat.”
“Ya, Allah!” ucap Hana panik sembari bergegas ke UKS diikuti Ustazah Dina.