Imam Kedua

Intan Rahma
Chapter #14

Memaafkan

Memaafkan dan melupakan adalah dua hal yang berbeda.

***

Siang itu Ishana baru pulang mengajar. Dilihatnya sebuah mobil terparkir di depan pagar rumah. Saat dia melangkah masuk, di teras duduk seorang wanita yang dia kenal: Arnetta. Ishana mengerutkan kening.

“Dari mana dia tahu aku di sini?” sungut Ishana dalam hati.

Melihat kedatangan nyonya rumah, Arnetta berdiri. Matanya berkaca-kaca. Dia lantas mendekati Ishana dan berusaha meraih tangannya. Namun, buru-buru ditepis Ishana dengan ekspresi wajah datar.

“Apa kabar, Nett?” Ishana membuka pintu. “Masuk?”

Meski ibunya sedang pergi dengan Umi Halimah dan Ziva masih mengaji di madrasah, Ishana tetap berusaha ramah.

Arnetta pun berjalan mengikuti mantan sahabat yang sudah dia khianati itu.

           “Minum?”

           “Nggak usah repot-repot, Han. Aku nggak lama, kok.”

           “Nggak lama gimana? Kita udah lama nggak ketemu, loh, jangan buru-buru pulang,” sahut Ishana dibuat setenang mungkin walau bayang perselingkuhan itu masih sangat jelas di kepalanya. “Bentar, ya, kubuatin teh hangat dulu. Aku masih ingat, kamu suka minum jasmine tea, ‘kan? Gulanya dikit aja, jangan banyak-banyak,” lanjut Ishana seraya memamerkan senyum menawan, “kebetulan aku punya stoknya.”

           Dengan perasaan campur aduk, Arnetta menatap punggung Ishana yang berlalu ke dapur. Tak lama, sang nyonya rumah datang lagi membawa dua cangkir teh yang harum.  

“Diminum tehnya.”

“Makasih, Han.” Arnetta menatap sekeliling ruang tamu. “Ziva mana?”

“Lagi ngaji,” sahut Ishana ringan, “Ibu juga lagi pergi sama teman pengajian beliau. Jadi, kamu tenang aja, kita punya banyak waktu untuk bicara berdua.”

Tanpa ragu-ragu lagi, Arnetta menggenggam jemari mantan sahabatnya.

“Han, aku tahu, aku punya banyak salah sama kamu dan kamu belum maafin aku. Tapi, hari ini, aku mengumpulkan semua keberanianku untuk datang ke sini dan memohon sama kamu.” Mata Arnetta mulai berair. “Tolong, jangan ambil Mas Juna dari aku, Han. Maura masih kecil, aku nggak tahu harus gimana kalau nggak ada Mas Juna.”

“Maksud kamu?” Amarah Hana mulai tersulut.

Tiba-tiba Arnetta bersimpuh di kaki Ishana. “Kumohon kasihani kami, Han. Jangan ambil Mas Juna dari kami.”

Segera Ishana mengulurkan tangan, berusaha menarik Arnetta untuk kembali duduk di sofa. “Jangan begini, Net. Duduk dulu, kita bicara baik-baik.”

Arnetta menurut sebab itu yang dia inginkan: bicara baik-baik dengan Hana.

“Kamu ngomong yang jelas dulu, ada apa antara kamu sama Mas Juna? Dia selingkuh lagi?” Sengaja Ishana memberi penekanan pada kata “selingkuh” agar perempuan di depannya tahu jika dia masih sangat terluka dengan pengkhianatan mereka.

“Mas Juna bilang, dia mau menceraikan aku dan kembali sama kamu, Han.”

Lihat selengkapnya