Akhirnya, hari yang mengubah seluruh hidup Ishana pun datang juga. Seluruh keluarga besar sudah menunggu dengan perasaan campur aduk: haru dan bahagia melihat dua anak manusia yang ditinggalkan cinta akhirnya bisa bersama di bawah mahligai pernikahan.
Oleh karena belum resmi menjadi suami-istri, Ishana ditempatkan di shaf khusus wanita bersama dengan ibu dan dua anaknya, serta seluruh pendamping wanita, terpisah dari Ardi.
Ibu dua anak tersebut terlihat anggun mengenakan kebaya biru muda yang panjang menjuntai hingga ke lantai. Jilbabnya terurai hingga menutupi dada dan dihiasi roncean kembang melati putih. Dia terus menggenggam tangan ibunya sambil merapal doa-doa. Rasa gugup membuat tangannya berkeringat.
“Ya, Allah, lancarkan acara akad ini. Aamiin,” batin Ishana.
Raka yang sedari tadi mencuri-curi pandang ke ibunya berbisik, “Bunda cantik sekali.”
“Abang ngelihatinnya jangan kayak gitu. Bunda jadi malu,” sahut Ishana sambil menyentil kening putranya pelan.
Raka terkekeh.
Sementara itu di meja akad, Ardi menghela napas panjang saat sudah siap melakasanakan ijab kabul. Pria itu mengenakan jas elegan berwarna biru yang membalut tubuh tegapnya. Dengan mengucap basmalah, lelaki bermata teduh itu menjabat tangan Zain yang menggantikan almarhum ayah Ishana untuk mengijabkan adiknya. Zain tersenyum tulus tatkala Ardi menjawab kabul dengan ketegasan tanpa halangan sementara Ishana menangis haru saat para saksi mengatakan sah.
“Alhamdulillah, selamat, Hana. Ardi sudah sah menjadi suamimu,” bisik Khadijjah diikuti pelukan penuh kegembiraan.
“Ibu.” Ishana balas memeluk Khadijjah.
Khadijjah dengan lembut menyeka air mata sang putri lalu memberikan ciuman di pipi. Ishana berdiri tatkala selawat nabi dilantunkan oleh tamu-tamu. Dia digandeng ibunya dan Aina untuk dibawa menemui suami barunya.
Ketika sudah berada di depan Ardi dengan perasaan campur aduk, pria itu menyerahkan mahar kemudian mereka saling memasangkan cincin.
“Hana.”
Ardi mengulurkan tangan yang disambut ciuman di punggung tangannya oleh Ishana. Jantung ibu dua anak itu berdegup kencang ketika Ardi mencium keningnya. Mereka lantas duduk berdampingan.
Ardi bersiap memenuhi mahar terakhir, yakni membaca kitab suci Al-Qur’an, Surah Ar_Rahman. Dia melantunkannya dengan suara merdu tanpa membaca teksnya. Ishana sampai tergugu, tidak sanggup menahan haru memiliki imam pengganti sepertinya.
“Shadaqallahul-‘ Adzim.” Ardi mengakhiri bacaannya.
Tangan lelaki itu bergerak mengelus punggung istrinya agar berhenti menangis. Ishana menyeka air mata lalu tersenyum menatap suaminya.