Imam Kedua

Intan Rahma
Chapter #21

Dia yang Pertama dan Kedua

“Waalaikumsalam.”

Ardi, Ishana, Khadujah, serta Raka menjawab salam dari sang tamu hampir bersamaan. Ishana menoleh. Tanpa sengaja matanya bertatapan dengan Arjuna. Perempuan itu segera mengalihkan pandangan. Kening Arjuna dan Arnetta mengerut melihat penampilan baru Ishana.

“Ayaaah!” teriak Ziva sambil berlari hendak memeluk sang ayah.

Arjuna merentangkan tangan, menyambut kedatangan putri kecil yang dia rindui. Mereka lantas berpelukan hangat.

Raka yang sudah lebih dahulu menyalami ayah dan ibu sambungnya berjalan masuk kamar.

 Ishana mempersilakan Arjuna dan Arnetta untuk masuk dan duduk di sofa. Kedua tamu mereka menyalami Khadijjah dengan takjim.

Arnetta memandang Ishana. “Kamu cantik, Han, pakai cadar.”  Dia lantas menyodorkan paper bag berukuran besar. “Hadiah dari aku dan Mas Juna untuk pernikahan kalian. Selamat, ya,” lanjutnya canggung.

 “Makasih, Net. Kenalin ini Mas Ardi, suamiku.” Ishana mengamit lengan sang suami. 

Ardi tersenyum sambil mengatupkan lengan di dada lalu tangannya terulur ke Arjuna. Arnetta buru-buru menyikut lengan sang suami. Arjuna berdiri lalu menyambut uluran tangan itu. 

“Arjuna,” ucapnya singkat, kemudian duduk lagi. 

“Maaf, ya, Han, kemarin kami nggak bisa dateng ke resepsi pernikahan kalian. Kebetulan waktunya barengan sama acara ulang tahun Maura,” kata Arnetta ragu-ragu.

 “Nggak apa-apa, lagian nggak ada resepsi, kok, cuma syukuran kecil aja,” sahut Ishana tidak kalah canggung. 

“Han, Raka mana? Udah siap pulang?” sela Arjuna sambil melirik jam di pergelangan tangan. 

“Udah, Mas, tapi sebentar, ada yang mau aku sama Mas Ardi bicarakan dengan kalian,” jawab Ishana. 

“Bicara apa?” tanya Arnetta. 

“Itu, Nett, yang dulu aku bilang ke kamu pas kamu ke sini,” jawab Ishana membuat Arjuna melirik tajam istrinya.

           Kening Arnetta mengerut.

“Begini, Mas Juna, Netta, Raka sebentar lagi masuk SMP. Aku sama Mas Ardi mau Raka tinggal bersama kami dan melanjutkan sekolah di sini. Aku harap kalian nggak keberatan,” terang Ishana hati-hati. 

 “Aku nggak setuju!” kata Arjuna tanpa tendeng aling-aling. “Raka akan tetap tinggal bersamaku dan melanjutkan SMP di Jakarta.”

Ishana menarik napas panjang. “Aku ngerti perasaan kamu, Mas. Cuma, maksud aku, biar kalian bisa fokus ngurus Maura,” ucapnya dengan nada yang tetap lembut.

 Sekali lagi Arjuna melirik Arnetta yang tertunduk diam.

 “Ini nggak ada hubungannya sama Maura. Aku sudah memilihkan SMP untuk Raka. Anak itu harus tinggal bersamaku. Kamu sendiri, kan, Han, yang dulu ninggalin dia sama aku. Kenapa sekarang malah minta dia tinggal sama kamu?” ucap Arjuna dengan nada tinggi.  

Ishana terdiam mendengar perkataan Arjuna yang menohok perasaannya. Ucapan Arjuna tidak ada yang salah.

Ardi mengelus tangan sang istri untuk menenangkan. Melihat itu, Arjuna melengos. Ada ras sakit yang menggores hatinya.

“Maaf kalau saya ikut campur. Saya yang minta Hana untuk ajak Raka tinggal dan sekolah di sini karena saya ingin lebih dekat sama dia,” ucap Ardi membela sang istri. 

Arjuna berdecak kesal. “Raka juga belum tentu mau tinggal di sini sama ayah tirinya,” tukas Arjuna seraya menatap tajam Ardi. 

“Aku mau, kok, Yah, tinggal di sini sama Bunda dan Abi,” celetuk Raka yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan orang tuanya dari balik pintu kamar.

Ardi mengangkat tangannya untuk mengelus rambut Raka. Lagi-lagi Arjuna cemburu melihat perlakuan pria itu terhadap putranya. Namun, dia hanya bisa menghela napas berat.

Lihat selengkapnya