Ardi sedang bersiap pulang ketika ponsel-nya berdering. Nama sang ayah muncul di layar.
“Asalamualaikum, Abi,” sapanya.
“Waalaikumsalam, kamu di mana, Ar?”
“Masih di kampus, Bi, sebentar lagi pulang.”
“Bisa mampir dulu ke rumah? Ada yang ingin Abi dan Umma bicarakan.”
“Baik, nanti aku ke sana, Bi.”
“Abi tunggu. Asalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Ardi menutup percakapan dan kembali ke ruang dosen. Lelaki itu segera membereskan tasnya, kemudian berjalan menuju parkiran.
Ketika akan masuk ke mobil, ponsel-nya berdering lagi. Ardi mengabaikannya ketika melihat nama sang istri di layar. Hatinya masih kesal. Bagaimana bisa Ishana memintanya untuk berpoligami? Ardi tidak habis mengerti dengan jalan pikiran wanita iu. Ponsel-nya terus berdering. Ardi menekan tanda merah untuk mematikannya. Dia lantas mengemudikan mobil keluar kampus.
Ardi terkejut ketika mendapati Ishana sudah berada di rumah kedua orang tuanya. Perempuan itu menyalaminya seperti biasa. Ardi mencium kening sang istri. Kedua orang tuanya tidak boleh tahu bahwa mereka sedang bertengkar. Di dalam rumah, sudah ada Umi Halimah dan Ustaz Yusufsuaminya.
“Kamu sudah makan, Ar?” tanya Umma.
“Masih kenyang,” jawab Ardi, “Abi mana?”
“Masih di masjid, mungkin sebentar lagi pulang,” jawab Ustaz Yusuf, “tadi ngobrol dulu sama Pak RT.”
Ardi lantas melabuhkan pandangan kepada sang istri yang sedari tadi hanya diam sambil memainkan ponsel. Dia lalu duduk di sampingnya.
“Mau aku buatin minum, Mas?” tanya Ishana.
Ardi menggeleng. “Kamu, kok, di sini? Ada apa sebenarnya ini?” bisiknya.
“Aku juga nggak tahu, Mas. Abi telepon aku tadi, minta aku datang abis salat Isya,” jawab Ishana.
Ardi menghela napas berat sembari menggenggam jemari Ishana. Perasaannya menjadi tidak enak. Terlebih paman dan bibinya pun diminta datang.
“Asalamualaikum.”
Terdengar suara salam disusul kedatangan Kiai Anwar di ruang keluarga.
Ardi segera melepas genggaman tangannya lalu beranjak menyalami sang ayah, disusul oleh Ishana.
“Maaf, kalian menunggu lama. Tadi Abi ngobrol dulu sama Pak RT tentang acara Maulid bulan depan,” ucap Kiai Anwar santai seraya duduk di sofa.
“Abi, ada apa sebenarnya ini? Kok, semua kumpul di sini?” Ardi langsung melepas rasa penasarannya.
Tak lama, Umma datang membawa segelas air putih untuk suaminya lalu duduk di samping Kiai Anwar.