Pagi itu, Ishana dan Ardi ke rumah sakit untuk bertemu dokter Vina.
“Asalamualaikum, Dok,” Ishana memberi salam, saat dia dan Ardi memasuki ruangan sang dokter.
“Waalaikumsalam, Ibu Hana, Pak Ardi. Silakan duduk.” Dokter Vina membereskan berkas-berkas yang berserakan di atas meja, kemudian menumpuknya jadi satu. “Apa kabar, Bu Hana? Sehat?”
“Begini, Dok, berapa persen kemungkinan istri saya bisa hamil?” tanya Ardi tanpa basa-basi.
Dokter Vina memasang wajah serius. “Penyakit Ibu Ishana ini tidak main-main, Pak Ardi. Endometriosis sangat berbahaya bagi ibu hamil bisa menyebabkan keguguran. Jika dipaksakan maka akan beresiko besar pada janin dan ibunya.”
“Tapi, Dok, suami dan keluarga besar kami sangat menantikan anak dari kami,” sahut Ishana.
“Saya paham, tapi Ibu juga harus memikirkan ke depannya.”
Ishana mengembus napas putus asa, matanya berkaca-kaca. Dia merasakan tangan Ardi merangkul pundaknya.
“Bapak sama Ibu bisa memberikan penjelasan kepada keluarga. Saya mengerti masalah ini berat untuk, tapi saya percaya, Pak Ardi dan Ibu Ishana bisa menghadapinya,” ucap dokter Vina.
“Apa tidak ada jalan lain, Dok?” Ardi masih berusaha bertanya setelah melihat keinginan istrinya yang begitu besar untuk hamil.
“Cukup sulit jika melakukan program hamil secara alami bagi penderita endometriosis, tapi Bapak dan Ibu bisa melakukan inseminasi buatan atau bayi tabung,” saran dokter Vina.
Ishana mengalihkan pandangan pada sang suami. “Gimana, Mas?”
“Kami akan memikirkannya dulu, Dok,” kata Ardi.
“Silakan,” kata dokter Vina sambil tersenyum, “kita bisa bicarakan lebih lanjut kalau Bapak sama Ibu sudah punya jawaban.”
Ishana mengangguk lalu menghapus air matanya.
“Kalau begitu, kami pamit, Dok. Terima kasih, asalamualaikum,” ucap Ardi.
“Waalaikumsalam.”
Dalam perjalanan pulang, Ishana tidak banyak bicara sementara Ardi fokus menyetir. Diliriknya sang istri sekilas.
“Mas, gimana hukum bayi tabung dalam Islam?” tanya Ishana.
Ardi menepikan mobil, melepas seat belt lalu memutar tubuhnya menghadap Ishana.
“Menurut hukum Islam, bayi tabung itu hukumnya mubah, boleh, asalkan dengan sperma dan ovum dari suami istri sah lalu embrionya ditanamkan ke rahim istri. Tapi, bayi tabung dengan sewa rahim hukumnya haram, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. yang artinya, “Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyirami airnya ke ladang orang lain.” (H.R. Abu Daud dari Ruwaifi’ibnu Stabit al Ashari),” terang Ardi.
“Jadi boleh?” tanya Ishana.
Ardi tersenyum sambil mengelus kepala Ishana yang tertutup hijab. “Kita coba, Sayang.”
Ishana langsung memeluk sang suami erat. “Makasih, Mas,” bisiknya.
Senyum terbit di bibir Ishana. Ardi melepaskan pelukannya, memasang sabuk pengaman lalu kembali melajukan mobil.
***