Imam Kedua

Intan Rahma
Chapter #32

Keributan di Rumah Duka

Melihat ibunya belum juga sadarkan dri, Ziva segera menghubungi ayah serta kakek dan neneknya. Dia menelepon mereka satu per satu dengan suara terbata-bata.

“Mungkin abimu masih salat jenazah, Va,” ucap Kafka menenangkan, “nanti Ustaz yang susul mereka, ya, setelah nenekmu datang.”

Ziva mengangguk lalu dia duduk di sofa, di sisi ibunya yang belum juga sadarkan diri. Tak lama, Khadijjah datang.

“Hana, apa yang terjadi?” ucapnya cemas sambil mengusap dahi sang putri yang berkeringat.

Kafka lantas menjelaskan semua yang dialami Ishana. Bersamaan dengan itu, mata Ishana terbuka.

“Hana, jangan bangun dulu. Kamu baru sadar,” kata Khadijjah.

Ishana menurut karena merasakan tubuhnya lemas. Refleks dia memegang perutnya.

“Bayiku?” tanya ibu dua anak itu sambil memandang sang ibu dan Minah secara bergantian. 

“Jangan khawatir, Sayang, insyaallah dia baik-baik aja. Alhamdulilah nggak ada pendarahan,” jawab Khadijjah. 

 Ishana rebah lagi di sofa setelah menyesap segelas teh manis hangat dari Minah.

“Kami pamit dulu, Bu. Mau ikut mengantar jenazah Ustaz Zaki ke makam,” kata Kafka.

“Ibu minta tolong, ya, Ustaz. Sampaikan ke Ardi untuk segera pulang.”

“Baik, Ibu, insyaalah nanti saya sampaikan. Kami pamit. Asalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Kafka dan Nizam lantas berjalan meninggalkan rumah Ardi.

Melihat wajah Khadijjah yang letih, Ishana meminta ibunya untuk istirahat. “Ibu tidur duluan aja, Hana mau tunggu Mas Ardi sebentar lagi.”

Khadijjah menggenggam tangan Ishana. “Biar Ibu temani kamu di sini.”

 “Aku baik-baik aja, Bu, jangan khawatir.”

“Ya sudah, Ibu tidur, ya, kamu juga jangan tidur terlalu malam.”

Ishana tersenyum. Sepeninggal ibunya, dia meraih ponsel lalu mengirim pesan ke Ardi.

“Mas, udah selesai acara pemakamannya? Maaf aku nggak bisa ke sana. Sampaikan duka citaku untuk Salwa, ya.”

Lihat selengkapnya