Imam Kedua

Intan Rahma
Chapter #35

Masih dengan Sandiwara yang Sama

Jerit suara alarm dari ponsel-nya mengusik tidur pulas Ishana. Wanita itu tersenyum kecil begitu mengetahui dirinya masih berada di pelukan sang suami.

 Dipandanginya wajah lelap Ardi. Perlahan-lahan  sebelah tangannya terulur mengelus rahang kokoh Ardi yang ditumbuhi rambut-rambut tipis. Suaminya terlihat lebih dewasa dengan jambang tipis layaknya pria-pria arab.

Dengan hati-hati, Ishana menyingkirkan tangan Ardi yang mesih memeluk perutnya. Jam yang menempel di dinding kamar menunjuk angka tujuh.

Ishana mengikat rambut panjangnya asal-asalan, kemudian beranjak ke kamar mandi. Selesai mandi dan berganti pakaian, dia segera memasak sarapan ditemani Minah yang tengah asyik mencuci piring.

“Ibu kelihatan lebih segar sekarang,” kata Minah sambil senyum menggoda, “dijagain Bapak terus, sih, jadinya semangat, ya, Bu.”

“Bisa aja, nih, Bibik.” Ishana mulai menyiapkan bahan-bahan untuk membuat pancake. “Kamu ke belakang, gih, daun-daun kering udah numpuk.”

“Siap, Bu. Kalau perlu apa-apa nanti panggil saya, ya, Bu.”

Setelah melihat Ishana mengangguk, Minah bergegas mengambil sapu lidi lalu mulai membersihkan kebun belakang.

Sepeninggal Minah, Ishana kembali fokus mengadon tepung. Setelah semua pancake matang, dia menumpuknya lalu menambahkan toping buah di atasnya. Tak lupa dia juga menyiramkan madu di atasnya sebagai pemanis tambahan. Ishana membagi pancake-pancake itu ke empat piring berbeda. Satu lagi pekerjaan tersisa, yakni membuat kopi untuk Ardi dan susu untuk kedua anaknya. 

Saat sedang menyeduh air panas ke cangkir, Ishana dikejutkan oleh tangan yang memeluk pinggangnya dari belakang. Untung saja teko berisi air panas itu tidak tumpah mengenai dirinya.

 “Maaas! Kebiasan, ih! Untung aja nggak tumpah ke aku air panasnya,” omel Ishana dengan wajah cemberut.

 Ardi tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi. “Salah siapa ninggalin aku di kamar sendirian?”

 Ishana yang awalnya kesal pun seketika tersenyum geli melihat tingkah sang suami yang seperti anak kecil.

“Sini, biar aku yang bawa pancake-nya ke meja makan,” ujar Ardi yang langsung mengambil alih piring pancake dari tangan Ishana.

“Tumben kamu bikin ginian?” tanya Ardi lagi saat dia tiba di meja makan dan melihat dua piring pancake sudah siap di sana.

 “Aku niatnya bikin buat anak-anak, Mas. Tapi, aku malah pingin juga. Kayaknya enak gitu.”

 “Kamu bangunin Raka sama Ziva dulu, ya, Mas. Aku belum nyiapin susu untuk mereka.”

 Ardi mengangguk lalu bergegas membangunkan kedua anak mereka.

 Raka dan Ziva bersorak girang ketika makanan favorit mereka sudah tersaji di meja makan. Raka hendak mengambil sepotong pancake, tetapi tangannya ditepis oleh Ishana. 

“Cuci muka dulu.” 

Sambil merengut, si putra sulung berjalan ke kamar mandi. Tak lama dia kembali dengan wajah yang segar setelah dibasuh air dingin.

Raka makan sambil sesekali menggoda Ziva. Ardi tertawa melihat tingkah kedua anak tirinya. Sementara Ishana sibuk memarahi jika Raka dan Ziva sudah keluar batas. Suasana di meja makan pagi itu membuat Ardi merasa hidupnya sempurna.

“Mas, aku mau jalan-jalan pagi, boleh?” tanya Ishana setelah mereka selesai sarapan. 

“Boleh, yuk, aku temani. Di sekitar sini aja, ya.”

Ishana mengangguk.

Lihat selengkapnya