Dalam perjalanan ke kampus, ponsel Ardi berdering. Dia mengabaikannya sebab lebih memilih untuk fokus menyetir. Namun, ponsel tersebut terus berbunyi. Mau tidak mau lelaki itu menepikan mobil, kemudian meraih ponsel dari dalam tas. Nama ibunya terlihat di layar.
“Asalamualaikum, Ar, kamu lagi di mana?”
“Waalaikumsalam, Umma, aku lagi jalan ke kampus.”
“Nanti sore, tolong jemput Salwa, ya. Hari ini dia sudah boleh pulang dari Rumah Sakit.”
Ardi membuang napas kesal. “Maaf, Umma, sore ini Ardi nggak bisa ke sana. Jadwal di kampus padat sekali. Nanti biar Ardi mita Kafka yang jemput.”
“Ya, sudah kalau begitu. Oiya, Hana bagaimana kabarnya, Ar? Insyaallah, Umma nanti siang main ke rumahmu.”
“Alhamdulillah, Umma, Hana sehat.”
“Nanti Umma temani Hana, Ar. Kamu hati-hati di jalan, ya.”
Usai berbalas salam Ardi memutus sambungan telepon lalu melanjutkan perjalanan.
Setelah tiba di kampus, sebelum keluar dari mobil, Ardi mengirim pesan kepada Kafka.
“Asalamualaikum, Kaf. Aku boleh minta tolong? Kata Umma, Salwa pulang dari rumah sakit hari ini. Bisa tolong jemput dia, Kaf? Hari ini jadwalku di kampus padat sekali.”
Tanpa menunggu balasan dari Kafka, Ardi menyimpan kembali ponsel-nya di tas, kemudian keluar dari mobil.
***
Di waktu yang sama, di rumah, Ishana terbangun ketika mendengar pintu kamarnya diketuk.
“Ibu, ada tamu nyariin Ibu di depan,” ujar Minah dari balik pintu.
Ishana mengerutkan keningnya. “Suruh tunggu, ya, Bik.”
Ishana lantas berjalan ke kamar mandi, mencuci wajah setelah itu memakai khimar dan cadarnya lalu melangkah keluar kamar.
Di ruang tamu, mata Ishana melotot melihat seseorang tengah duduk di sofa miliknya. “Ya ampuuun, Arini!”
Mereka lantas saling berpelukan dengan begitu bahagia.
“Kamu, pake itu sekarang?” tanya Arini usai melepas pelukan.
“Ini maksudnya?” Ishana bertanya balik sambil memegang cadarnya.