Imam Kedua

Intan Rahma
Chapter #39

Hati yang Patah

Ardi hendak makan siang di kantin kampus ketika ponsel-nya berbunyi singkat.

 “Waalaikumsalam, maaf, Bang, jangan libatkan aku lagi untuk urusan Salwa. Aku batalkan niatku untuk taaruf dengannya.”

 Ardi membaca pesan dari Kafka. Lelaki itu menghela napas panjang. Rasa laparnya tiba-tiba hilang. Ardi memilih untuk kembali ke ruang dosen dan menenggelamkan diri ke dalam pekerjaan.

Ardi kini berada di persimpangan. Janji menikah yang refleks dia katakan kepada Salwa menjadi bumerang untuknya. Apa yang harus dia katakan kepada Ishana kelak? Kepala Ardi serasa mau pecah memikirkan semua itu. Dia butuh teman untuk berbagi. Diraihnya ponsel lalu mengirim pesan singkat kepada Seno.

“Lagi sibuk nggak, Sen?”

“Nggak, aku praktek nanti malam. Kenapa?”

“Bisa ketemu di The Caffeine sejam lagi? Ada yang mau aku bicarakan.”

 “Ok, see you there.”

***

Di rumah, Ishana tengah membaca novel ketika Umi Marwah datang.

“Asalamualaikum,” sapa sang ibu mertua sambil berjalan mendekati Ishana. 

Ishana segera bangkit menyalami ibunya Ardi. “Waalaikumsalam, Umma. Sendirian? Abi mana?”

“Abi lagi ada tamu, Han, Ustaz Shidiq dari Al Ihya.” Umi Marwah mengelus perut Ishana. “Gimana kandunganmu? Sehat?”

“Alhamdulillah, sehat, Umma. Hanya rasa mual dan lemas masih suka terasa.”

“Ini Umma bawa makanan untuk kalian. Sudah lama,’kan, kalian tidak makan di rumah Umma dan Abi. Kami juga akhir-akhir ini sibuk, jadi tadi Umma sengaja masak untuk dibawa kemari.”  

“Terima kasih, Umma. Maaf jadi merepotkan Umma.” 

Setelah meminta Minah membawa makanan ke dapur, Ishana berkata, “Hana bikinin teh jahe kesukaan Umma, mau, ya.”

“Boleh. Sudah lama Umma tidak minum teh jahe buatanmu.”

“Nanti Umma bawa pulang juga, ya, Hana sekalian buatkan untuk Abi.”

Lihat selengkapnya