Malam harinya, Ishana menyiapkan makan malam untuk suaminya.
“Kamu masak apa, Sayang?” Tiba-tiba Ardi memeluk dari belakang.
Bik Minah yang melihat, langsung menyingkir.
“Mas, jangan gini, ah. Malu tahu dilihat Bik Minah. Dia sampai pergi, tuh,” ucap Ishana sambil menyingkirkan lengan Ardi yang melingkari perutnya.
Ustaz muda itu terkekeh melihat pipi sang istri yang memerah.
“Aku tunggu di meja makan,” bisik Ardi seraya mencubit gemas pipi Ishana.
Tiba-tiba Salwa datang menghampiri mereka. Ishana yang sedang menata makanan di meja terkejut sedangkan Ardi menatap istri keduanya tajam.
“Salwa, ada apa ke sini? Aku, ‘kan, udah bilang nanti aku yang akan mendatangimu!” bentak Ardi.
Ishana menyentuh lengan suaminya.
“Sudah, Mas, nggak apa-apa. Mungkin Salwa ingin bertemu denganmu,” kata Ishana, “biar sekalian makan bareng di sini.”
Ardi membuang napas kasar.
“Setelah makan, kalian bisa pulang ke rumah Salwa,” lanjut Ishana.
Salwa dengan gembira menyambut ajakan kakak madunya dan langsung duduk di sebelah sang suami.
Ketika Ishana berniat untuk mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk Ardi, Salwa sudah lebih dahulu mengulurkan piring kepada lelaki itu. Ishana diam dan mengalah lalu mengambil nasi untuk dirinya sendiri.
“Mas, aku mau disuapi,” ucap Salwa manja.
Ardi yang pura-pura tidak mendengar lalu melirik Ishana yang duduk di depannya. Wanita itu bersikap biasa saja seraya fokus dengan makan malamnya.
“Mas!” rengek Salwa.
“Kamu bisa makan sendiri, Salwa,” kata Ardi enggan.
Salwa dengan wajah ditekuk mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi dan lauk.
“Mas Ardi, makan yang banyak, ya. Biar nanti pas malam pertama ….”
Ardi tersedak mendengar perkataan istri keduanya. Buru-buru dia meraih gelas air putih, kemudian minum sampai tandas. Ishana menghentikan makannya lalu memandang Ardi dan Salwa bergantian.
“Jadi, kalian belum malam pertama?”
“Iya, Mba. Mas Ardi, kan, sibuk ngurusin Mba Hana. Aku jadi diabaikan!” protes Salwa.
Ardi melotot ke istri kedua lalu menyentuh lengan istri pertama. “Sayang .…”
“Habiskan makan malam kalian. Setelah itu, kamu ke rumah Salwa, Mas. Jalankan kewajibanmu sebagai suami. Aku istrirahat dulu.”
Setelah mengatakan itu, Ishana melangkah ke kamar. Nafsu makannya hilang sudah. Hatinya teramat sakit membayangkan suaminya bermalam di rumah Salwa.
Sepeninggal Salwa, Ardi mengembus napas kasar. Ingin rasanya dia menyusul Ishana dan memeluknya. Seharusnya istri pertama itu tahu bahwa tidak akan ada malam pertama untuk Salwa. Ardi belum sanggup melakukannya.
Salwa tersenyum menang melihat Ishana yang menaiki tangga dengan wajah datar.
“Istri yang baik! Sayangnya, sebentar lagi Mas Ardi akan jadi milikku seutuhnya. Aku tidak ingin membaginya denganmu, Mba,” batin Salwa
“Habiskan makanmu, Salwa! Aku akan menginap di rumahmu malam ini,” ucap Ardi dengan nada kesal.
Salwa menyunggingkan senyum manisnya.
“Tapi maaf aku belum bisa satu ranjang denganmu. Aku tidur di sofa,” lanjut Ardi.
Salwa terdiam, senyum manisnya lenyap seketika.
***
“Lebih baik kamu mengizinkan Ardi menghabiskan waktu lebih lama dengan Salwa. Mereka masih pengantin baru, lho.”
Suara Ibu mertuanya mengagetkan Ishana yang sedang menyiram anggrek-anggrek kesayangannya. Wanita itu lantas berbalik.
“Umma, kapan datang?” sapa Ishana ramah sambil mencium punggung tangan Umi Marwah. “Mas Ardi nginep di rumah Salwa dari semalam, Umma.”