"Kalau udah merasa cocok seriuskan. Takutnya kalau terlalu lama dipikirkan akan menjadi zina."
Hari ini, Vania sudah ada janji dengan Rina untuk makan siang di Cafe Pelangi. Vania sudah siap dengan gamis biru dongker dengan khimar berwarna senada ditambah dengan niqab berwarna cokelat tua. Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi,Vania membenarkan letak niqab nya yang agak berantakan lalu keluar dari kamarnya untuk segera berangkat.
"Bi," panggil Vania pada asisten rumah tangganya.
"Iya non," sahut Bi Darmi yang datang dari arah dapur.
"Saya mau janjian dulu sama teman di cafe, bibi baik-baik di rumah ya," ujar Vania.
"Iya non."
"Kalau begitu saya pamit, Assalamualaikum," pamit Vania lalu keluar dari rumahnya.
"Waalaikumussalam, hati-hati non," sahut Bi Darmi.
Vania pun memasuki mobilnya dan mengendarainya sendiri menuju Cafe Pelangi. Selama perjalanan, hanya suara murotal yang terdengar di dalam mobil. Vania mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia berusaha fokus meskipun dari semalam ia selalu memikirkan kejadian di rumah sakit siang kemarin saat bertabrakan dengan seorang dokter laki-laki. Vania beristigfar dalam hati karena telah memikirkan laki-laki yang bukan mahramnya.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih empat puluh lima menit, Vania pun sampai di kawasan Cafe Pelangi. Ia memarkirkan mobilnya lalu keluar dan menuju meja yang sudah ditempati Rina yang datang lebih dahulu. Banyak pasang mata yang memandang penuh selidik pada Vania, namun Vania hanya acuh. Ia sudah biasa mendapatkan pandangan seperti itu. Sekalipun ia menggunakan gamis dengan warna selain hitam pun tetap saja pandangan-pandangan seperti itu ia terima. Mungkin karena niqab yang ia pakai, pikir Vania.
Dari kejauhan Rina melambaikan tangan pada Vania yang baru saja masuk. Vania yang melihatnya pun tersenyum dari balik niqab dan menghampiri Rina.
"Udah lama Rin?" tanya Vania sembari duduk di kursi depan Rina.
"Belum kok, kamu macet di jalan?" tanya balik Rina.
"Biasalah, daerah rumahku kan emang begitu," jawab Vania.
"Aku pesan makanan dulu ya."
"Yaudah."
Rina memanggil salah satu pelayan cafe untuk memesan makanan.
"Mau pesan apa kak?" tanya pelayan cafe.
"Nasi goreng seafood dua, machalate satu sama ice coffee chocolate satu," ujar Rina.
"Ada yang mau ditambah lagi?"
"Itu aja cukup," ujar Vania.
"Baik saya ulangi ya kak, nasi goreng seafood dua, machalate satu sama ice coffee chocolate satu."
"Iya."
"Baik, tunggu sebentar ya kak."
Pelayan itu pun berlalu untuk membuatkan pesanan Rina dan Vania. Mereka berdua memilih untuk berbincang-bincang sembari menunggu pesanan mereka selesai dibuat.
"Hari ini mengajar TPA, Van?" tanya Rina.
"Iya, sehabis Ashar," jawab Vania.
"Kamu tuh hebat banget sih Van, masih muda udah jadi dosen plus guru TPA," ujar Rina.
"Kamu juga hebat Rin, kita kan sama-sama dosen muda," sahut Vania.
"Iya sih."
Obrolan mereka terhenti kala pesanan mereka sampai. Mereka berdua mengucapkan terimakasih pada pelayan lalu mulai menyantapnya dengan khidmat tanpa ada obrolan.