Alhamduliah dikasih izin Mas, tapi ada syarat nya.." Shinta sengaja menjeda kalimat nya.
"Syarat nya apa?"
Menunggu jawaban yang akan diucapkan Shinta saat ini, membuat Arkan harus segera menghabiskan kunyahan brownies yang berada didalam mulutnya. Sebab ia takut jika akan tersedak nantinya.
"Syaratnya, Mas harus anterin aku pulang!" Shinta tertawa saat ini melihat wajah gugup yang Arkan tampil kan saat ini.
"YaAllah Neng, dikirain apaan syaratnya."
"Cuma itu kok yang Bunda minta. Emang dikira Mas syarat nya apa?"
"Ya, Mas kira bakalan nikahin kamu besok gitu" Kini giliran Arkan yang tertawa.
Shinta langsung merona pipinya, padahal Arkan mengucapkan nya dengan sangat santai menurutnya. Tetapi jika dalam waktu dekat ini Arkan akan segera menikahinya, dirinya sudah siap lahir batin. Tetapi dia tidak ingin membicarakan masalah ini secepat mungkin. Yang ada nanti keluarga besar keduanya akan langsung menyetujuinya. Shinta hanya ingin mempersiapkan segala sesuatu dengan mantap dan matang.
"Sshh..dasar kamu Mas!" Shinta justru memberikan pria itu cubitan kecil pada lengan nya.
"Aw! sakit Neng" Arkan mengaduh kesakitan. Cubitan yang dilayangkan Shinta padahal tidak terlalu keras. Hanya Arkan nya saja yang sedikit lebay. Hihihi.
Beberapa kali menikmati potongan kue yang Shinta bawakan, membuat Arkan tak bosan menikmatinya. Mungkin karena membuat nya dengan perasaan penuh cinta.
Penuh Cinta? Apa benar dirinya mulai menaruh Cinta pada wanita yang kini duduk disampingnya? Ah..mungkin terlalu cepat menurutnya.
"Neng, Mas lanjutin sebentar lagi ya kerjaannya. Setelah selesai kita pulang deh". Arkan kemudian bangkit dari tempat duduk yang semula ia duduki bersama Shinta.
Melihat pria yang saat ini sedang terfokus dengan pekerjaannya. Membuat Shinta sedikit terpesona dengan Arkan yang dilihat nya sangat konsisten dalam pekerjaannya. Sambil mengamati setiap pernak pernik yang menempel pada dinding ruangan tersebut, membuat Shinta langsung berdiri dari tempat duduknya.
Mengitari setiap sudut ruangan, Shinta membaca satu persatu Piagam Penghargaan yang diberikan perusahan lain atas kinerja terbaik yang sudah Arkan berikan pada mereka. Ada rasa bangga tersendiri pada diri wanita itu, saat mengetahui calon suaminya memang sangat berkompeten dalam segala hal.
Tak terasa kini waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Arkan dan Shinta sudah berada didalam mobil yang akan membawa mereka menuju tempat tunjuan utamanya. Mobil Shinta sengaja ditinggalkan pada gedung kantor milik pria itu. Sebab besok pagi Arkan akan menjemputnya seperti biasa.
"Mampir makan nasi goreng dulu yuk,Neng" Memang sedari tadi Arkan menahan laparnya.
"Dimana,Mas?"
"Nanti bentar lagi sampe tempatnya. Tapi engga masalahkan kalau kita makan dipinggir jalan?"
Shinta tertawa mendengar penuturan Arkan barusan.
"Mas apaan sih! Aku engga pernah mempermasalahkan tempat buat makan kali Mas."
Tepat dugaannya Shinta memang berbeda dengan wanita lain yang pernah singgah dihatinya.
"Oke deh.."
Hanya memakan waktu sepuluh menit mereka sudah sampai ditempat nasi goreng langganan Arkan. Penjualnya saja sampai hafal dengan menu yang Arkan pesankan. Sebab Arkan sejak jaman kuliahnya hampir setiap hari mampir ke tempat lapaknya.
"Assalamualaikum, Pak Ali"