Satu minggu kemudian
Menyatukan dua insan yang berbeda prinsip memang bukanlah hal mudah. Terlebih mengingat mencari tambatan hati membutuhkan waktu yang lama. Proses adaptasi terkadang menimbulkan percekcokan, entah itu karena hal-hal sepele berbau kecurigaan, kurangnya komunikasi, hingga kehadiran pihak-pihak tertentu yang dicurigai menjadi orang ketiga dalam tali percintaan yang mereka jalin.
Sebenarnya, melangkah ke pelaminan tak hanya perihal mental saja. Jauh dari itu, sepasang kekasih harus lebih dulu mendapatkan restu dari orang tua. Mereka harus bisa menyeimbangkan antara kepentingan bersama dan pribadi, apalagi menilik segudang aral yang akan mereka jumpai saat membangun biduk rumah tangga. Problema yang menghampiri jelas jauh berbeda dengan masa-masa pacaran yang mereka jalani.
Dalam Islam, menikah adalah ibadah dan menjadi kewajiban bagi setiap muslim yang mampu. Membangun keluarga yang bahagia, hidup bersama dengan orang terkasih dan tercinta dalam ikatan yang halal.
Dihari yang bahagia ini, Arkan telah duduk berhadapan dengan penghulu serta wali dari pengantin wanita yang akan menikahkan dirinya dengan calon mempelai wanita.
Dengan perasaan yang cukup membuatnya canggung, saat ini Arkan menarik napasnya dengan sedikit pelan, sebab jantungnya saat ini berdebar semakin hebat kala acara sakralnya akan segera dimulai.
Banyak pasang mata yang memandang kearahnya. Dengan pakaian lengkap memakai beskap berwarna putih serta peci yang membingkai dikepalanya berwarna putih juga, membuat Arkan semakin gugup dibuatnya. Terlebih lagi sudah ada Ayah Nadif yang sebentar lagi akan menikahkannya dengan wanita kesayangan nomor dua didalam keluarganya. Anak gadis satu-satunya sebentar lagi akan menjadi milik seseorang yang akan menggantikan tanggungjawab atas perannya sebagai orangtua.
Sebelum ijab qobul dimulai. Arkan menyempatkan dirinya untuk melantunkan ayat suci Al-Qur'an dihadapan semua orang. Dengan suara merdu yang dimilikinya, Arkan mampu membius semua orang yang sedang mendengarkan nya melantunkan ayat suci Al-Qur'an tersebut.
Umi Fadiah yang sedari tadi dilihatnya tak henti-hentinya menangis, membuat Arkan menjadi ikut bersedih. Mungkin itu salah satu cara orangtua untuk mengikhlaskannya bersanding dengan pilihannya. Terlebih lagi Shinta adalah pilihan terbaik dari orangtuanya.
Sama halnya dengan Bunda Azizah yang sampai sekarang juga masih menyeka air matanya dengan sehelai tissu yang telah membasahi pipinya. Semua orangtua pasti akan merasakan hal yang sama jika anaknya akan berpisan dan memiliki kehidupan sendiri nantinya. Melihat kedua wanita yang saat ini sudah menjadi bagian dari hidupnya. Arkan berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap menjaga Shinta hingga akhir hayatnya. Dan tidak akan pernah melepaskan Shinta walau badai menerjang kehidupannya suatu saat nanti. Hanya kepada Allah Swt ia akan meminta petunjuk atas hidupnya bersama wanita tersayang nya kelak nanti.
Kini acara sakral akan segera dimulai. Semua orang yang berada didalam ruangan pribadi milik keluarga Shinta akan menjadi saksi kisah cinta mereka yang akan berganti setatus setelah ini.
Menjabat tangan calon menantunya, Ayah Nadif mulai menyuarakan apa yang seharusnya ia ucapkan pada pengantin mempelai pria saat ijab qobul dimulai.
"SAYA NIKAHKAN ENGKAU MUHAMMAD ARKAN AL-GHAZALI BIN MAHMUD SOLEHUDDIN DENGAN ANANDA ZAHRATU SHINTA MAHARANI DENGAN MAS KAWIN BERUPA PERHIASAN SEBESAR SERATUS GRAM DAN SEPERANGKAT SHOLAT DIBAYAR TUNAI KARENA ALLAH TA'ALA"
Dengan satu kali tarikan napasnya Arkan kemudian menjawab kalimat tersebut.
"SAYA TERIMA NIKAHNYA ZAHRATU SHINTA MAHARANI BINTI NADIF ISKANDAR DENGAN MAS KAWIN BERUPA PERHIASAN SEBESAR SERATUS GRAM, DAN SEPERANGKAT ALAT SHOLAT DIBAYAR TUNAI KARENA ALLAH TA'ALA!"