"Semua orang harus mengerti rasa sakit. Semua orang harus tau rasa takut. Karena dengan begitu, mereka akan belajar caranya bertekuk lutut."
—Calileo Abimana Bramasta—
***
Leo memejamkan matanya. Mencoba tertidur dengan posisinya yang menopang kepalanya dengan tangan di atas meja. Bukan suatu keanehan lagi bagi Leo yang sering tertidur di kelas atau melakukan kerusuhan di sekolah yang mampu membuat murid atau bahkan guru diam tak berkutik.
Calileo Abimana Bramasta atau yang lebih akrab dipanggil Leo adalah anak dari pemilik SMA Angkasa. Sekolah yang sekarang tengah ia pijaki.
"Anak-anak. Mohon perhatiannya sebentar. Kita kedatangan murid baru," ucap Bu Siska. Guru matematika peminatan yang tidak begitu dipedulikan oleh Leo.
Lalu Bu Siska mendekati murid baru yang baru saja tiba di depan kelas dan berkata, "Silakan perkenalkan dirimu kepada teman-temanmu."
"Nama, Cahaya," ucap gadis berkuncir ekor kuda dengan tampang yang begitu dingin seraya menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuknya.
"Apa hanya itu yang ingin kamu sampaikan kepada teman-temanmu?"
"Maaf Bu, tapi saya rasa tidak ada lagi hal lain yang ingin saya sampaikan."
"Baiklah kalau begitu. Kamu bisa duduk di bangku kosong di ujung sana. Bersama Adelia." Bu Siska menunjuk bangku kosong di barisan ketiga di bangku pojok. Lebih tepatnya di samping Adelia dan di depan bangku Leo.
Cahaya mengangguk sekilas untuk kemudian berjalan menuju bangku kosong yang ditunjuk oleh Bu Siska.
Sekilas dari pandangan para siswi, Cahaya adalah tipikal orang yang 'sok' dan sombong. Bahkan dengan sekali melihat Cahaya mereka sudah bisa menafsirkan kepribadian Cahaya seperti laki-laki. Atau istilah kerennya tomboy.
Lain lagi dengan para siswa yang memandangnya dengan kagum dan takjub akan indahnya ciptaan Tuhan yang ada di hadapan mereka sekarang.
"Sumpah, cakep gila itu cewek, njiir. Le, lo harus liat supaya hormon lo bekerja," ucap Fariz dengan ekspresi lebay seraya menyiku pinggang Leo.
"Apaan sih nyet?!" Leo membuka matanya menatap Fariz dengan garang. Masih dengan posisinya yang tengah menumpukkan kedua tangannya di atas meja.
Mungkin Leo akan memukuli Fariz sampai tak berbentuk lagi jika tidak ingat kalau Fariz adalah temannya.
"Tuh liat." Fariz menggerakan dagunya sembari menatap Cahaya yang sudah berdiri di samping Adelia.
"Jadi lo bangunin gue cuma buat hal nggak penting kayak gini? Ganggu gue aja lo tai." Leo mendecak seraya mengikuti arah pandang Fariz yang tengah menatap Cahaya kagum.
Menatap sekilas Cahaya, Leo kembali melanjutkan aktivitasnya yang tadi sempat terusik oleh makhluk kurang ajar yang ada di sebelahnya. Yaitu tidur.
"Yah si ogeb malah balik tidur."
Sebelum benar-benar menutup matanya, Leo sempat menatap tajam Fariz yang ada di sebelahnya. Kemudian berujar, "Lo ganggu gue lagi cuma buat hal nggak penting kayak gini, lo liat nanti apa yang bakal gue lakuin sama lo."
Seketika Fariz kelabakan. Sepertinya mulutnya harus diam sekarang. Daripada Fariz harus terkena amukan Leo nantinya?
***