Maret 2014
10.20 WIB
“Di Bureau, ya. Aku sudah otw.”
Aku mengirim pesan ke Kak Aksa yang sedang berada di Malang. Seperti janjinya, dia akan membawakan barang yang aku titipkan gara-gara kelebihan bagasi. Kali ini, aku agak grogi. Selama tiga bulan terakhir, aku sering memimpikannya. Sejak dia memberiku buku, kami lebih intens chatting via Line. Sekadar menanyakan kabar, tetapi mampu membuatku selalu riang. Kadang kami perang stiker, dia mengirimi foto suasana kampus saat winter, dan mengajakku video call bersama Eiko Sensei. Aneh memang, tapi lucu. Hangat sekali di hatiku.
Tentu aku memilih baju favoritku. Long dress silver dengan cardigan berwarna kuning emas. Aku mengajaknya bertemu di Kafe Bureau, salah satu kafe favoritku. Sengaja aku ajak dia bertemu pukul setengah 11 siang ketika kafe baru buka. Semata agar aku dapat memilih kursi di pojok ruangan dan duduk menghadap ke dalam.
Pertemuan kami akan berbeda. Mungkin sedikit kikuk. Aku mengatur nafas dan mengatakan pada diriku bahwa semua akan baik-baik saja. Santai. Membuat tubuhku rileks bukanlah perkara mudah. Bulan lalu, ketika aku mengurus wisuda di rektorat, aku melihat wajah Mas Aksa menghiasi cover majalah. Kukira, dia orang yang biasa saja. Ternyata, dia banyak memberi sumbangan ide lewat karya tulis ilmiah. Semakin kagum aku dibuatnya. Lelaki yang lebih tua dua tahun dari aku ini terlihat rendah hati, tetapi, begitu berisi.
“Aya, assalamualaikum,” tiba-tiba Kak Aksa sudah muncul dihadapanku mengucap salam.
“Eh, waalaikumsalam, Kak,” aku tersenyum kecil. Canggung.
Kak Aksa menarik kursi dan duduk di dihadapanku. Dia juga terlihat grogi. Duduk sebentar, lalu dia pergi ke kasir dan bertanya menu. Padahal, di meja sudah ada.
“Kak,” aku sedikit berteriak padanya dan mengangkat buku menu yang tergeletak. Dia menepuk dahi. Gotcha!
“Wah, aku salting banget nih kayaknya,” dia terkekeh. Lugu sekali orang ini. Aku ragu dia pernah memiliki hubungan dekat dengan perempuan. Kak Aksa kembali duduk dan meminta rekomendasi menu kepadaku. Aku menyarankan untuk mencicipi Beef Bulgogi with Rice ala Korea, dia pun setuju. Aku sendiri sedang ingin nasi goreng. Kami sama-sama memesan minum thai tea with bubble.
“Aya, kamu biasa makan di sini?” Kak Aksa membuka percakapan.
Aku membalasnya dengan gelengan singkat. “Ini bukan menu anak kosan. Di sini nugas aja sesekali,” jawabku jujur. Dia terkekeh. Entah apa yang lucu dari jawabanku.
“Trus, biasanya makan di mana?”