Mas Aksa menjadi lelaki pertama yang menemaniku naik pesawat berdua. Perjalanan ke Jakarta sore ini terasa sangat berbeda. Perjalanan ini adalah perjalanan pertama kami sebagai suami istri dan kami sedang menuju pulang ke rumah.
Besok, Kak Aksa kembali bekerja. Aku akan undur diri dari kantor pada akhir bulan. Sebelum itu, masih ada 2 minggu untuk aku menyelesaikan tulisan dan riset terakhirku bersama ICSS. Apartemen kami sudah cukup bersih dan nyaman untuk kami tinggali. Tidak terlalu banyak barang, kondisinya cukup.
Mas Aksa terus merapatkan genggaman. Terkadang ia merangkulku dan mencium tanganku di depan umum, tanpa malu-malu. Justru aku yang sering tersipu karena perlakuan yang tidak biasa darinya.
Sesungguhnya, aku sungguh deg-degan. Malam kedua ini menjadi malam pertama kami. Kemarin kami sudah melepas lelah. Malam ini, pasti berbeda.
Aku tak menyangka Mas Aksa menyiapkan segalanya dengan baik. Sehari sebelum aku pulang ke Surabaya, Mas Aksa meminta kunci apartemen untuk memindahkan buku dan barang-barangnya. Aku mengizinkan, tentu saja, sebab dua pekan lagi kami akan tinggal bersama. Tak kusangka, waktu yang sempit itu ia gunakan untuk menyiapkan kejutan.
Kasur kami telah berganti seprai, warnanya kuning muda. Warna yang hangat. Mas Aksa juga telah membeli lampu meja untuk kasur yang juga berwarna kuning. Yang paling gemas, Mas Aksa bikin kreasi handuk berbentuk love dan burung angsa di kasur kami. Aku termangu dan mematung untuk beberapa saat. Rangkaian usaha yang di luar dugaan.
Tidak lama setelah kami masuk kamar, Mas Aksa mendapat telepon. Katanya ada kurir yang ingin mengantar barang dan dia izin untuk turun ke lobby. Aku sendirian dan masih takjub dengan kejutan dari Kak Aksa. Aku duduk dan kembali mengedarkan pandangan. Dia sangat mempersiapkan malam pertama ini, pasti ini adalah hal yang begitu ia nanti. Dia mungkin tahu kami akan bersikap aneh dan canggung, tapi dia memastikan segalanya akan baik-baik saja.
Aku kembali mengucap syukur. Mas Aksa berhasil membuatku merasa begitu beruntung.
Kudengar suara pintu dibuka, Mas Aksa telah kembali. Aku nyaris pingsan saat melihat ia membawa kotak berwarna putih ukuran 60x60 cm yang berisi puluhan kelopak bunga mawar merah. Ini besar sekali bagiku! Ia juga menggenggam seikat bunga mawar kuning dan putih, bercampur gypsophila di sekelilingnya.