Impian Soraya

bundatraveler
Chapter #28

Pulih

Agustus 2017

“Mam, ini sudah bagus MCV-nya. Tinggal tingkatin HBnya aja, ya. Teruskan saja suplemennya, ya. Tiga atau 4 bulan ke depan bisa kita cek lagi,” kata Dokter Dina.

“Dok, MCV itu apa?” tanyaku. Kuamati angka MCV pada hasil tes darah Kaida. Ini adalah tes ketiganya, memang sudah diatas standar.

“Itu seperti kepingan sel darah merahnya, Mam. Volumenya gitu. Ini bagus, kok. Good job, Mam,” Dokter Dina tersenyum dan mengacungkan kedua jempolnya padaku.

Entah kenapa aku ingin menangis mendengarnya. Setelah 8 bulan, akhirnya aku berhasil memperbaiki kondisi Kaida. Dia belum sepenuhnya pulih, tetapi aku tahu, kami sedang berlari ke sana.

Aku mengajak Kaida ikut denganku, bertemu seorang psikolog. Setelah dia, giliran aku yang berobat. Aku tak ingin menyakitinya lagi. Aku telah mencubit dan memukul Kaida. Dia menangis, tapi, dia tak pernah absen mencium kedua pipi dan bibirku setiap hari, seolah aku tak melakukan tindakan buruk padanya. Aku menyadari telah jahat kepadanya dan aku tak ingin mengulangi lagi. Kaida membuatku sadar ada yang salah pada diriku. Aku ingin pulih.

Aku sudah mencoba berbicara dengan sahabat-sahabatku melalui What’sApp dan telepon. Semua sahabat dekatku tak ada yang tinggal di Surabaya, kami semua sudah berpencar. Ada yang di Makassar, Tulungagung, dan Bandung. Jadi, satu-satunya cara agar tetap terhubung ya melalui chat dan telepon.

Aku hanya ingin didengar oleh mereka. Itu saja sudah cukup. Bercerita pada mereka membuatku lega, melepaskan perasaanku bahwa aku begitu kecewa dengan masalah yang beruntun menimpaku. 

Namun, aku tak mendapat apa yang aku harapkan. Alih-alih didengar atau sebuah solusi, yang kudapat adalah dua kalimat “kamu kurang bersyukur, coba lihat lagi sekelilingmu” dan “orang tuamu pasti ingin yang terbaik untukmu”. Jawaban mereka tidak salah. Memang aku harus lebih bersyukur dan tentu orang tua ingin yang terbaik buatku. Tapi, entah mengapa, aku merasa ditolak.

Aku memejamkan mata dan berusaha maklum. Tak ada satupun dari mereka yang telah menikah. Mungkin mereka tak bisa benar-benar memahami apa yang kualami. Mungkin bagi mereka, konflik dengan orang tua dan mertua separah ini terdengar aneh. Seperti cerita di sinetron televisi.

Kuputuskan untuk bertemu profesional. Tujuanku hanya satu, aku ingin pulih. Aku membuat janji pada hari aktif ketika Mas Aksa bekerja, sehingga aku tak perlu repot-repot berpapasan dengannya.

✨ ✨ ✨

Bu Ratna adalah seorang psikolog yang membantuku hari ini. Dia psikolog keluarga, praktik di sebuah Biro Psikologi di Surabaya Selatan. Aku menghindari bertemu psikiatri karena tak ingin diberi obat-obatan. Aku rasa, masalahku belum separah itu.

Kuceritakan dengan detail berbagai persoalanku padanya. Tentang kekecewaanku pada Abah, tentang Mas Aksa, tentang Bapak dan Ibuk, tentang Kaida yang sakit, tentang aku yang memotong rambut dan memecahkan kaca, tentang aku yang merasa sendiri dan tak berdaya karena semua itu.

“Mbak, selama peristiwa itu, apa Mbak pernah sakit? Nyeri di lambung misalnya, atau mungkin flu?”

Lihat selengkapnya