April 2018
Aroma vanili yang lembut dan bersahabat telah kembali membuncahkan hati Bapak. Bapak memilih untuk memaafkan tiga petani yang merusak vanilinya. Ia kembali merawat emas hijau itu dengan cinta. Bapak mengolah sisa lahan yang masih kosong untuk membuat kolam ikan. Hasilnya, Bapak tak perlu lagi kami sokong.
Keadaan makin membaik karena awal tahun ini Amerika kembali membuka keran impor vanili dari Indonesia. Harga vanili pun meroket, yang dulu hanya ratusan ribu sekilo menjadi 6 sampai 7 juta sekilonya.
Aku sungguh lega mendapati hal ini. Terlebih, Ibuk sudah tidak gemar ikut arisan dan investasi absurd. Diam-diam aku berdoa semoga Ibuk waras dalam waktu yang cukup lama.
Hubunganku dengan Abah dan Umi juga membaik. Setelah pesan singkat Abah kala itu, tak ada obrolan luar jaringan yang membahas masalahku. Semua berjalan normal, kami juga liburan bareng seperti tak pernah terjadi apa-apa. Kurasa, konflik bagai barang tabu di keluarga kami. Namun, aku tak mempermasalahkannya. Kami semua sama-sama belajar. Ada hal yang masih bisa aku perbaiki agar aku tak mengulangi kesalahan yang sama untuk keluarga kecilku nanti.
Setelah peristiwa beruntun beberapa bulan lalu, aku belajar menerima musibah. Kudengar dari teman, musibah itu selalu tepat sasaran. Artinya, dia memang dibuat untukku. Mungkin aku belum mengerti sekarang. Yang aku tahu, semua perlu waktu.