Impy Island

Impy Island
Chapter #35

Alam Semesta

Katakanlah kalian sedang berada di luar ruangan. Mungkin lebih tepatnya di sebidang tanah terbuka. Tempat yang lengang nan luas, di mana kalian bisa bertatapan langsung dengan langit tanpa penghalang barang sedikit. Tidak penting kapan waktunya, bisa pagi, siang, sore, bahkan malam.

Ya, sepertinya malam memang saat paling tepat. Selepas lelah beraktifitas, kalian bisa bersantai ditemani keanggunan rembulan, kerlipan bintang, serta suara menenangkan dari hewan-hewan nokturnal. Namun, pastikan dulu langit tidak mendung.

Kembali lagi ke awal. Saat kalian sudah berada di tempat terbuka, cobalah mendongak sejauh mungkin. Apa yang kalian lihat? Tentu saja hamparan langit, begitu luas seolah hanya itu pemandangan yang ada di seluruh penjuru bumi. Pernahkah kalian bertanya, seberapa luas hamparan di atas sana?

Tidak perlu sungkan mengakui, karena setiap manusia pasti pernah mempertanyakan hal itu, minimal sekali dalam hidupnya. Pertanyaan yang konyol kalau dipikir-pikir, karena semua orang tahu, tapi juga tidak tahu apa jawabannya. Semua orang yakin, sekaligus tidak yakin dengan jawabannya.

Beberapa orang yang memiliki kemampuan otak di atas rata-rata, atau biasa disebut pintar, menanggapi pertanyaan itu sedikit terlalu serius. Mereka mulai membuat burung-burung besi raksasa yang tahan panas dan dingin, yang diharapkan bisa terbang sangat jauh menembus lapisan demi lapisan pelindung bumi, bahkan melampauinya. Segala proyek semu mereka lakukan hanya untuk mendapatkan jawaban dari satu pertanyaan sepele—Seberapa luas hamparan langit di atas sana?

Percobaan gila dengan perjalanan yang amat berisiko, itu sebabnya Orang-orang Pintar menggunakan makhluk lain sebagai bahan uji coba. Makhluk hidup yang nyawanya tidak begitu berharga daripada manusia, tapi juga sedikit lebih pintar dari sapi atau keledai. Maka hadirlah Rubin.

Seekor pengerat yang amat cerdas, juga memiliki daya tahan tubuh luar biasa. Tentu saja, semua itu berkat bantuan Orang-orang Pintar juga. Rubin mempunyai tugas yang penting, yaitu menunggangi burung besi ciptaan manusia. Ada banyak Rubin yang melaksanakan tugas. Beberapa tidak pernah kembali, beberapa yang kembali tidak berbentuk Rubin lagi.

“Apa yang salah?” tanya salah satu Orang Pintar.

Mungkinkah burung besi itu kurang kuat? Atau mungkin karena Rubin kurang pandai. Orang-orang Pintar menyalahkan segala yang bisa disalahkan, sampai melupakan kenyataan bahwa beberapa hal memang seharusnya menjadi misteri. Namun, Orang-orang Pintar tidak menyerah begitu saja. Tak berselang lama, mereka menambahkan beberapa elemen lagi ke dalam burung-burung besi.

Elemen yang lebih kuat, lebih cepat, lebih banyak tombol, dan lebih pintar, yang tentunya harus diuji coba oleh sesuatu yang sama pintarnya. Rubin pun pensiun dari tugas yang membanggakan. Sekarang tugas itu dilakukan oleh Dwane, seekor anjing yang luar biasa cerdas.

Lain dari Rubin, Dwane mampu melaksanakan perintah dan tidak gampang cemas. Perjalanan pertama Dwane berjalan mulus, ia pulang dengan selamat, mendapatkan segala pujian serta penghargaan. Namun, Orang-orang Pintar menemukan kendala baru.

“Dwane memang mampu pergi menembus langit dan pulang dengan selamat, tapi bagaimana dengan kita nanti?”

“Benar, dibandingkan Dwane, kita jelas lebih besar dan lebih berat.”

Dari percakapan tersebut, Orang-orang Pintar memulai kembali proses pembuatan burung besi, atau mungkin lebih cocok disebut penyempurnaan. Sekarang burung besi dibuat menjadi lebih besar, lebih ramping, juga memiliki kapasitas angkut yang banyak.

Lihat selengkapnya