Dari jurang terdalam ketamakan serta keegoisan, terciptalah makhluk dengan sifat terburuk dari yang paling buruk. Terlalu sering dikendalikan sampai akhirnya menjadi seorang pengendali. Hal-hal yang tak bernyawa tetap tak bernyawa, tapi di tangan Sang Pengendali mereka bisa bergerak seolah memiliki nyawa. Sang Pengendali yang juga dikenal dengan nama The Puppeteer. Tuan Besar menjadikannya salah satu kaki tangan inti untuk membimbing anak-anak kelas teri. Bertanggung jawab mengayomi calon-calon monster haus darah, agar setidaknya jika kelak menjadi monster, mereka akan menjadi moster yang berkelas.
"Pertama-tama kau harus memiliki wakil." Begitu kata Tuan Besar. "Tugas ini mungkin merepotkan bahkan untuk makhluk sepertimu."
Lalu terbukalah sebuah pintu besi berkarat, meskipun samar, terlihat berbagai macam benda yang mengisi ruangan itu. Terlalu aneh untuk disebut hewan, terlalu mengerikan untuk disebut manusia. Itu adalah kamar Sang Pembuat Mainan. Jason The Toy Maker. Pria itu memunggungi kedua tamu, sibuk mengutak-atik sesuatu, menciptakan mainan baru.
Berbagai macam peralatan bengkel seperti obeng, tang, martil, ratusan paku dan mur, serta kawat lunak mengelilingi tubuhnya. Dengan lihai kedua tangan itu menyambar satu peralatan dengan cepat, lantas melemparnya, dan mengambil peralatan lain. Sampai akhirnya, The Toy Maker mengangkat maha karyanya—seorang manusia bertentakel gurita.
"The Toy Maker?" kata Sang Pengendali kedengaran ragu. "Bukankah dia terlalu ... konyol?"
Tuan Besar menoleh. "Apa yang akan dikendalikan oleh Sang pengendali, jika tidak ada sesuatu yang dibuat, benar? Aku yakin kalian akan menjadi perpaduan yang sempurna."
"Masa ...," sinis pria itu.
"Lihat saja ... Jason!"
Sang Pembuat Mainan perlahan berbalik, menunjukan wajah yang dipenuhi ukiran hitam jenaka, mata hijau terang, rambut yang merah kusam, serta gigi-gigi setajam gergaji. Dia mengenakan kemeja putih dan rompi cokelat. Usang, tapi sangat rapi.
"Hei." Suaranya tinggi, terkesan dibuat-buat. "Aku suka matamu," lanjutnya begitu melihat mata Sang Pengendali juga menyala, berwarna kuning terang.
"Keluar dari sana dan temui ketua barumu," kata Tuan Besar.
Dengan malas, pria itu melangkah maju, menunjukkan postur tinggi-kurus yang atletis. Ia meneliti Sang Pengendali sejenak, lalu berkacak pinggang. "Dia ketua? Lebih cocok menjadi pemimpin para gelandangan."
"Jaga bicaramu!" desis Sang Pengendali.
"Kalau aku tidak mau, bagaimana?"
"Akan kubuat kau memotong lidahmu sendiri!"
"Cukup!" bentak Tuan Besar. "Suka atau tidak, mulai sekarang kalian akan bekerja sebagai tim, sebaiknya kalian mulai membiasakan diri satu sama lain!"
Seperti seorang ayah tengah memarahi kedua anaknya yang bertengkar, Sang Pengendali dan Jason hanya tertunduk mendengarkan.
"Sekarang pergilah jemput anggota kalian." Tuan Besar melanjutkan. "Latih mereka agar layak menjadi bagian dari kita. Aku percayakan semua pada kalian." Tubuh Tuan Besar memudar, seperti gelombang statik, lantas benar-benar menghilang entah ke mana.
"Dasar diktator," gerutu Jason. Makhluk itu mendekati Sang Pengendali, meneliti kulit abu-abunya, mata kuning bersinar yang tak berbola, mulut kosong yang juga bersinar, dan jari-jari yang dipenuhi untaian benang emas.
"Kenapa yang sepertimu bisa menjadi pemimpin?" Dia bertanya dengan maksud mengejek.
"Aku adalah Pengendali. Aku bisa mengendalikan apa saja, termasuk dirimu. Kau akan lemas seperti boneka, mematuhi setiap perintah yang ada di kepalaku," jelas Sang Pengendali dengan sabar, tanpa sedikitpun nada kesal.
"Ya, ya, ya. Memang apa lagi yang bisa dilakukan The Puppeteer selain mengendalikan boneka bodoh?" Jason mengolok-olok nama itu. "Tapi jangan sombong dulu. Menurutku 'Membuat' lebih tinggi kedudukannya daripada 'Mengendalikan'. Aku yang membuat benda maupun makhluk-makhluk menakjubkan dengan susah payah, sementara kau hanya mengendalikan mereka."
"Menurutmu mengendalikan ciptaan-ciptaan bodohmu tidak mengeluarkan tenaga?" jawab Sang Pengendali.
Jason buru-buru mengangkat sebelah telapak tangan. "Pokoknya, aku terhina dijadikan wakil."
"Jadi apa yang harus kita lakukan?"
"Bertarung, tentu saja! Yang menang boleh menjadi ketua."
"Oke ... Kenapa tidak? Apa yang bisa kau perbuat?"
Jason tersenyum penuh arti, menyodorkan sebuah boneka abu-abu yang entah apa jenisnya. Terlihat lucu, kalau saja tidak banyak jahitan hitam di sekujur tubuhnya, kalau saja bola matanya tidak seputih mayat. Saat Sang Pengendali menerimanya, bulu boneka itu sekasar perdu alih-alih lembut.
"Kau sangat murah hati ... tapi kukira kita akan bertarung?"