Impy Island

Impy Island
Chapter #39

Drowned and The Candy Addict

Permen rasanya manis, berwarna-warni, beraroma harum, berpenampilan cantik dan menarik. Hampir semua orang menyukai permen, terutama anak-anak.

Bagaimana dengan air? Kebutuhan primer seluruh makhluk hidup. Tidak ada air, tidak ada kehidupan, itulah faktanya.

Satu dicintai banyak orang, satu lagi dibutuhkan semua orang. Kalau dipikir-pikir, apa yang mungkin salah dari permen dan air? Kalian akan berpikir beberapa saat, tapi sebenarnya jawaban itu sudah ada di depan mata, yaitu seberapa banyak jumlahnya dalam tubuh kalian.

Mengonsumsi permen melampaui batas wajar bisa membunuh, begitupun mengonsumsi air di luar batas normal. Keduanya membunuh secara perlahan, menyiksa, dan menjijikkan.

Gula bisa membuat tubuhmu membusuk, mulai dari gigi, jari-jari, telinga, sampai akhirnya seluruh tubuh. Sementara tenggelam adalah cara mati paling menyakitkan bagi manusia, menghirup air alih-alih udara. Paru-paru akan membengkak, lambung akan pecah, dan tubuhmu akan membiru, membesar dua kali lipat seperti balon.

Baik permen maupun air, keduanya terdengar seperti mimpi indah yang menyenangkan, tapi juga mimpi buruk yang menakutkan.

Pertanyaannya ... mana yang lebih buruk?

***

Chris the Puppeteer dan Jason the Toy Maker meneliti dua kertas pada tangan masing-masing. Ben atau Cynthia. Kiri atau kanan. Kolam atau penjara. Jason menyodorkan kertasnya, mengajak bertukar, yang dibalas gelengan kepala oleh Chris. Akhirnya mereka setuju untuk pergi ke tujuan awal dari kertas yang mereka genggam. Jason berjalan ke kanan mengunjungi penjara si Pecandu Permen. Sedangkan Chris berbelok ke kiri mengunjungi kolam si Anak yang Tenggelam.

Kedua jalan menuntun mereka menyusuri lorong panjang, lembab, dan gelap. Lorong Jason dihiasi lampu warna-warni berkelip yang beberapa bohlamnya sudah pecah mengeluarkan percikan api. Sementara Chris harus rela melangkahi genangan air yang memenuhi lantai, mengabaikan satu-dua ekor kodok yang melompati kakinya. Begitu sampai tujuan, Jason dan Chris malah berhadapan di sisi lorong yang berbeda, tapi dalam ruangan yang sama.

"Apa-apaan!" erang Jason. "Jadi arah mana pun tujuannya sama saja! Sialan!"

Daripada menanggapi keluhan rekannya, Chris lebih tertarik menatap sekeliling. Ruangan persegi besar ini berdinding baja, tinggi lebih dari empat meter, sangat lengang dan dingin. Ruangan itu dipisahkan menjadi dua, seperti dua ekosistem dalam satu kotak.

Sisi kanan berbentuk penjara berlapis kawat berduri, di dalamnya ada penjara lain dengan jeruji lebih kecil. Barulah di lapisan terakhir, terdapat meja bundar yang dihuni oleh gadis berkulit pucat dengan bercak keunguan pias di seluruh tubuhnya. Rambutnya keperakkan tidak teratur, dia duduk bersila di depan meja, menutup mata sambil tersenyum, bergoyang ke kanan dan kiri, seolah sangat bahagia dengan apa pun yang diimajinasikan kepalanya.

Sementara di sisi kiri ada akuarium raksasa berair hijau keruh. Hanya itu. Jason mendekati akuarium tersebut dan mengetuk kacanya beberapa kali. Detik selanjutnya, sepasang mata merah menyala muncul berniat mengaggetkan, tapi gagal. Seringainya jahil dan kekanakkan. Bocah itu balas mengetuk kaca dengan telapak tangannya yang berselaput, lantas menyeringai dengan mata menyipit girang. Makhluk itu pergi secepat kedatangannya.

"Kenapa kita harus berurusan dengan segerombol bocah." Sekali lagi Jason mengeluh.

Chris menoleh. "Kita? Maksudmu aku?"

Si pembuat mainan berdecih, mengalihkan perhatian pada jeruji di sisi kanan. Menggedornya beberapa kali sampai gadis yang tengah bersila membuka mata sangat lamban. Manik hijau terangnya perlahan melirik, lantas seringai lebar terukir di bibirnya.

"Jason ... lama tak jumpa." Gadis itu menyapa dengan nada menggoda.

"Hai, manis! Apa kabar badut kesayanganmu? Aku harap dia sudah mati."

"Kau harap ...." Gadis itu bersandar pada jeruji, seringainya meredup drastis berganti alis meruncing seolah siap menyerang. "Harapanmu sampah!"

Lihat selengkapnya