Impy Island

Impy Island
Chapter #41

Dark Wood Circus

Telah datang! Telah datang! Yang paling ditunggu, yang paling dinantikan. Hiburan serta kegembiraan tak terhingga. Hadir dan saksikan, Sirkus megah di dalam hutan.

Seruan itu terus digaungkan oleh seorang pria, mungkin terlalu mungil untuk disebut pria. Dia berteriak sepanjang jalan, seolah hanya itu kalimat yang bisa diucapkannya. Sementara kedua tangannya menggebah pelana agar empat ekor kuda lusuh kemerahan memacu kaki mereka lebih cepat. Kuda-kuda malang itu tergopoh-gopoh, menarik sepuluh karavan besar yang mengekor di belakang.

Di dalam masing-masing karavan, kau bisa melihat para bintang sirkus. Mereka mengeluarkan tangan sejauh mungkin, melambai-lambai, menggumamkan sesuatu yang tidak terdengar jelas akibat suara sepatu kuda, teriakan si pria kerdil, serta roda-roda karavan yang berderit. Namun, kau dapat menebak bahwa itu adalah ungkapan kebahagiaan mereka sebagai bintang yang pasti dikagumi orang banyak.

Desas-desus mengatakan sirkus hutan sangat istimewa, sehingga tidak semua orang bisa melihatnya. Tentu saja bibirmu tersenyum lebar, mengetahui kau adalah salah satu orang istimewa yang melihat kedatangannya. Kabar burung tersebut bukan sekadar omong kosong, karavan-karavan tersebut, yang meskipun terlihat kumuh, tapi juga sangat megah.

Selanjutnya, datanglah anak kembar manis yang mengenakan jubah panjang, atau mungkin itu mantel. Salah satunya tersenyum, satunya lagi merengut, tapi mereka kompak menyodorkan sebuah brosur padamu, dan mengatakan, "Datanglah ke sirkus kami, kamu orang yang beruntung. Jangan lupa membawa camilan dan air, kami tidak punya apa pun untuk disuguhkan selain pertunjukan yang luar biasa."

Begitu mengatakannya, mereka segera berlari menyusul karavan, meninggalkan sepasang jejak kaki mungil di tanah lembab. Tanpa menunggu lebih lama, kau ikut mengambil langkah, membuntuti ke mana karavan itu pergi. Mulanya langkahmu pelan, tapi semakin cepat mengikuti karavan yang sudah melesat jauh. Begitu banyak semak belukar, serta pohon-pohon besar yang kau lewati, sampai akhirnya sebuah tiang tampak dari kejauhan. Semakin dekat, semakin jelas pula pemandangan di depanmu. Sebuah sirkus yang luar biasa megah, di dominasi warna merah dengan tepian hijau tua.

Gerbangnya berhias lonceng-lonceng emas, lampu kuning meriah berkelap-kelip meski ada satu-dua yang tidak berfungsi lagi. Kepalamu tak henti mendongak sambil bergumam kagum, sampai sesuatu yang runcing menyentuh pelan bahumu, seolah meminta perhatian. Kau pun berbalik dengan sedikit terlonjak, mendapati badut warna-warni penuh cemong tersenyum lebar. Badut itu menyodorkan balon berwarna merah. Memang hanya dua warna yang digenggam si badut, merah dan hijau, sesuai tema sirkus.

Dengan mulut yang terus bersenandung, kau melangkah semakin dalam, lantas menyadari, kau tidak sendirian. Sekonyong-konyong, pelataran sirkus diramaikan orang-orang yang juga menggenggam balon merah atau hijau. Pakaian mereka lusuh dan kotor, mungkin karena sebagian besar peminat sirkus adalah kalangan menengah ke bawah. Orang-orang kaya lebih suka menonton opera di gedung megah. Kau selalu berpikir itu sebabnya orang-orang kaya sering bertingkah menyebalkan.

Sampai di gerbang masuk, kau disambut oleh pasangan yang berpakaian necis, yang laki-laki memakai tuksedo biru marun, topi tinggi, juga sepatu pantofel mengilat. Sementara yang perempuan mengenakan gaun lebar berwarna merah marun, memakai sepatu kaca persis putri dongeng. Keduanya terlampau tinggi, nyaris setinggi bangunan sirkus itu sendiri. Mereka merentangkan tangan guna menyambut para pengunjung.

"Selamat datang dan selamat datang kembali, sirkus akan segera di mulai," kata yang laki-laki.

Lihat selengkapnya