Ini kisah tentang dua insan yang menjalin persahabatan dengan cara cukup unik. Keduanya adalah orang asing, hanya saja salah satu dari mereka "lahir" lebih dulu. Seorang gadis manis bernama Fian. Menjadi anak baru pasti sulit baginya, teman baru, suasana baru, segala hal yang serba baru. Ketika sesuatu yang baru harus dibiasakan, ada hal lama yang harus diikhlaskan. Entah apa itu, pokoknya kenangan manis dan pahit.
Satu tahun setelahnya, lahir kembali seorang gadis jangkung yang pemalu, bernama Nimar. Begitu pemalunya dia, sampai-sampai tidak mau bicara dengan siapa pun di hari pertama dan kedua sekolah sehingga harus ke kantin seorang diri. Merasakan hal yang serupa, Fian pun terdorong untuk mengajak si gadis pemalu ini bicara.
"Hey, nama dia siapa?"
Alih-alih bertanya langsung, Fian malah bicara pada teman sebangku Nimar, ditambah logat ketus dan aksen suku asalnya yang memang tegas membuat Nimar malah merengkut ngeri. Dikiranya Fian adalah tukang menindas orang baru di sekolah. Mulai saat itu, sebisa mungkin Nimar menjauh dari Fian, sebisa mungkin meminimalisir pertemuan. Di sisi lain Fian semakin penasaran.
Suatu hari Nimar pulang dari sekolah dengan perasaan yang tidak enak. Beberapa kali anak itu menoleh ke belakang seiring melangkah karena bulu kuduknya meremang. Ia yakin seseorang mengekor, tapi begitu menoleh, tidak pernah ada satu makhluk pun di sana. Gadis itu mempercepat langkah, bahkan sampai berlari-lari kecil. Ketika Nimar sedang mengatur napas yang terengah di depan gerbang rumah, sebuah seruan justru terdengar.
"Oh, ternyata di sini rumahmu!" Itu Fian, sama terengah-engahnya dengan Nimar, meskipun begitu dia tersenyum lebar. "Kenapa kamu lari?"
"Kenapa kamu mengikutiku?"
Gadis itu menggaruk kepala. "Maaf, aku ingin sekali berkenalan denganmu. Sedangkan di sekolah kamu selalu menghindariku. Mungkin di sini kita bisa berkenlan dengan lebih santai."
"Kamu si tukang menindas orang itu, 'kan!" tuduh Nimar.
"Tukang tindas? Bukan, aku bukan tukang menindas."