Impy Island

Impy Island
Chapter #8

Tell Tommy I Miss Him

Seorang wanita setengah baya bersandar pada dinding sambil bersilang tangan di dada, menatap dingin anak gadisnya yang tengah bertelepon. Dia terlihat sangat bahagia sampai-sampai tak mengacuhkan aura kelabu yang sang ibu lemparkan. Setelah menutup gagang telepon, bahkan tidak memberi kesempatan gadis itu menarik napas, sang ibu mendekat.

“Tadi itu Tommy?”

“Iya, dia mau datang besok, dia bilang punya kejutan untukku. Sebaiknya aku juga memasak sesuatu yang spesial untuknya,” jawab gadis itu dengan semringah, yang mana dianggap sebagai ejekan bagi sang ibu.

“Untuk apa? Dia sering ke sini, bahkan menyelinap ke kamarmu di malam hari. Kau kira Ibu tidak tahu!”

“Ibu mengatakan itu seolah Tommy menyelinap ke kamarku setiap malam, padahal dia hanya melakukannya sekali!

"Tentu saja, karena ibu memergokinya!" geram sang ibu, urat-urat kehijauan di dahinya menonjol. "Lagi pula untuk apa, serangga kotor itu datang lagi?"

Laura menjawab dengan senyum menerawang. Sengaja membuat sang ibu kesal. "Dia bilang besok akan menjadi hari spesial yang tidak akan terlupakan oleh kami berdua.”

“Apa maksudnya itu?”

“Itu sebabnya disebut kejutan, Bu!”

Sang ibu membelalakkan mata. Laura terlalu lugu untuk mengetahui tanda-tandanya, tapi sebagai wanita setengah baya yang sudah berpengalaman melalui pasang-surut kehidupan, ia tahu persis apa yang dimaksud seorang pemuda jika mengatakan itu kepada kekasihnya.

“Sebaiknya aku belanja sekarang.” Laura segera memakai mantel dan topi, lantas mengambil keranjang belanja. Bersenandung riang ke arah pintu. Selagi gadis itu memakai sepatu, sang ibu kembali berdiri di belakangnya.

“Ibu tidak suka kau bersamanya, Laura!” ujarnya dengan nada ancaman yang kentara. “Tommy itu berandal dan urakan. Keluarga kita membenci dua hal itu.”

Laura bergeming. “Keluarga kita membencinya, tapi aku tidak. Aku tidak pernah melihat seseorang dari tampilan luarnya saja.”

“Sayangnya tampilan luar ‘memang’ menggambaran sifat seseorang,” entak sang ibu. “Kau lihat kenapa lady bug berwarna indah sedangkan kumbang kotoran berwarna kusam? Karena lady bug tidak pernah bermain kotoran seperti kumbang kotoran!”

“Hentikan filosofi serangga itu, Bu. Manusia tidak sesederhana itu, Tommy mempunyai sifat yang membuatku mencintainya.”

“Cinta? Kau tidak bisa memakan cinta. Apa yang bisa gelandangan itu berikan kepadamu, baju ganti untuk diri sendiri pun tidak akan mampu ia beli.”

Laura buru-buru mengangkat keranjang belanjanya, dan pergi menjauh, air matanya menitik dengan suara sang ibu yang masih saja menjelek-jelekkan kekasihnya.

“Kau akan sengsara, kau akan menyesalinya. Suatu saat kau akan merangkak pada ibu akibat tidak tahan dengan kemiskinan! Kalian tidak akan bahagia sebesar apa pun kalian menginginkannya ....”

***

Kelopak mata berisikan manik kehijauan itu sudah terbuka sebelum Fajar menyingsing. Ini adalah hari yang spesial. Setelah mencuci muka, serta mengganti piyama, Laura langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan bahan-bahan makanan yang ia beli kemarin.

Gadis itu membuka buku resep. Hari ini ia akan memasak makanan kesukaan Tommy yaitu makaroni keju, dengan tambahan keju sebanyak-banyaknya, pemuda itu tidak pernah cukup dengan keju. Laura percaya itu sebabnya Tommy tumbuh tinggi.

Sepanjang pagi Laura sibuk di dapur, dan ibunya sama sekali tidak membantu, kepikiran juga tidak. Padahal wanita itu sering mondar-mandir di dekat Laura, hanya untuk menggumamkan sesuatu yang tidak enak di dengar. Laura memutuskan untuk pura-pura tuli. Suasana hatinya pagi ini sedang bagus, tidak ada yang bisa mengacaukannya.

Tommy belum menelepon sama sekali. Tadi telepon memang berbunyi dan sang ibu yang mengangkat, tapi sepertinya itu bukan dari Tommy, percakapan sang ibu di telepon terlalu singkat, tidak sampai lima menit. Laura tetap asyik dengan kegiatannya, ia tahu sang kekasih tidak pernah berbohong. Mungkin dia akan datang nanti sore, seperti biasa.

Namun, sudah empat jam berlalu setelah Laura menata makanan secantik mungkin di atas meja. Beberapa kali makanan itu ia hangatkan lalu ditata ulang, bahkan gadis itu menggunakan waktu menunggu dengan mengganti pakaian beberapa kali, mencari setelan paling sempurna untuk menyenangkan kekasihnya.

Lihat selengkapnya