Impy Island

Impy Island
Chapter #22

My Pan Pal

Aku mempunyai seorang sahabat pena bernama Alice. Dia seusia denganku, tinggal jauh diujung samudera. Perkenalan kami dimulai saat aku iseng melempar botol berisi surat tangan ke tengah laut. Memang terdengar aneh dan gila, tapi nyatanya dia telah menemukan suratku, dan sampai sekarang sudah hampir dua tahun kami saling membalas surat.

Gaya tulisannya persis milikku. Tulisan semi bersambung yang sedikit berantakan, sering tertukar antara O dan E. Kukira gaya tulisku yang paling aneh dan unik, ternyata ada seseorang yang secara alami menyamainya. Aku sangat bersyukur karena itu.

Bahasa yang dia pakai juga tidak jauh berbeda, hampir-hampir aku merasa tengah bersurat dengan diriku sendiri. Kami memiliki banyak kesamaan dalam hobi, dan kesukaan, membuatku betah membalas surat-suratnya. Aku berencana ingin merayakan dua tahun persahabatan bersama Alice.

Aku tidur-tiduran di atas bukit berrumput halus, dinaungi oleh pohon beringin rindang, angin di sini sejuk membuat pikiran rileks. Sempat terpikir ingin mengirim seikat bunga, tapi takut layu dalam perjalanan. Mungkin kue buatan sendiri, tapi lagi-lagi, takut makanan itu rusak di tengah jalan, mengingat jarak kami sangat berjauhan.

Setelah hampir dua jam berpikir, akhirnya aku mendapatkan ide cemerlang. Sebuah hadiah yang indah, berkesan, dan pastinya aman untuk perjalanan jauh—sebuah lukisan. Aku sudah membayangkan lukisan seperti apa yang akan kubuat untuknya—wajah kami berdua sedang tersenyum, seolah terlihat dilukis bersama, padahal kami belum pernah sekalipun bersitatap.

Alice pasti terkejut sekaligus terkagum-kagum dengan bakat melukisku yang hebat. Namun, sebelum semua bayangan itu menjadi nyata, aku harus tahu bagaimana rupa Alice. Aku memang ahlinya melukis, tapi bukan cenayang. Jadi hari ini, aku menanyakan kepadanya lewat sepucuk surat.

Dear Alice,

Aku berencana ingin membuat sebuah lukisan wajah kita berdua, untuk merayakan dua tahun persahabatan kita, tapi sebelumnya aku harus tahu bagaimana rupa wajahmu, bisakah kau menjabarkannya untukku?

-Annie-

Sambil bersenandung aku berjingkrak menuju kotak pos kota. Jaraknya cukup jauh berjalan kaki, sayang aku tidak punya sepeda, dan menyewa satu terlalu mahal. Namun, tidak masalah sama sekali buatku, asal bisa terus berkomunikasi dengan sahabat baikku, Alice.

Selama menunggu balasan, aku menjadi senang bercermin, membuat pose sebaik mungkin agar terlihat cantik di dalam lukisan. Karena aku yakin Alice juga seorang gadis yang sangat cantik. Setelah satu minggu menunggu, balasan dari Alice pun tiba.

Dear Annie,

Tentu saja, aku sangat senang mendengar ini, sungguh rencana yang hebat. Baiklah, dari mana aku mulai? Kulitku berwarna putih kekuningan, hidungku lancip dengan manik mata hitam kecokelatan, tidak terlalu besar atau terlalu kecil.

Bibirku tipis dan bergaris samar, berwarna merah muda. Mungkin agak peach. Rambutku pirang bergelombang, terurai sampai bahu. Aku harap itu cukup. Tidak sabar ingin melihatnya, selamat berusaha Annie, aku menyayangimu.

Lihat selengkapnya