In a Love Pottery

Sri Mustika
Chapter #2

Hello nona tembikar #2

Hari ini aku benar-benar sial. Bisa-bisanya aku melupakan hari penting ini. Hari pertama kami membuka toko keramik,yahh..kami, aku, Naina, dan Arini.Kami bertiga memiliki hobi yang sama, yakni sama-sama menggemari tembikar, dan sama-sama suka membuatnya. Aku mengenal Naina dan Arini 3 tahun lalu saat kami tergabung dalam komunitas pecinta tembikar se Indonesia, kamipun menjadi akrab dan akhirnya sepakat untuk membuka toko bersama.

Keramik-keramik yang kami jual di toko kami sangat bervariasi mulai dari guci, porselen, cangkir, mangkuk, piring, vas dan keramik-keramik jenis lain, kami menyuplai keramik-keramik yang kami jual dari beberapa pengrajin tembikar yang kami kenal, tapi kebanyakan adalah hasil jerih payah jemari tangan kami yang lentik.

Aku sangat senang, akhirnya aku bisa membangun toko keramik, meskipun hanya toko kecil. Akhirnya aku bisa mewujudkan cita-cita nenek untuk membuat toko keramik sendiri dan menjual keramik hasil buatan tanganku sendiri..rasanya sangat menyenangkan, aku harap nenek bisa ikut bahagia diatas sana melihat cucu kesayangannya bisa mewujudkan impiannya, walaupun aku harus meninggalkan dunia psikologi demi fokus membuat tembikar, yah..setelah meraih gelar S.Psi ku, bukannya aku menjadi psikolog dan membuka klinik aku malah lebih mendalami dunia tembikar, dan inilah aku sekarang yang sangat menyukai hobi sekaligus pekerjaanku sebagai pengrajin tembikar.

Akupun bergegas masuk ke dalam toko baru kami, setelah memarkirkan mobilku di pusat perbelanjaan yang tak jauh dari toko kami. Setelah masuk akupun mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru ruangan, ruangan minimalis dengan dinding berwarna coklat kayu dengan gaya vintage, tak lupa pula pernak-pernik berbau vintage turut mempercantik ruangan, seperti lampu vintage, lukisan, dan pernak-pernik lainnya.Di sudut ruangan terdapat meja kasir yang didepannya terdapat 2 buah sofa coklat tua yang juga bergaya minimalis, tidak lupa sentuhan pengharum ruangan beraroma kopi favoritku menambah nyamannya suasana. Sungguh..tempat ini akan menjadi tempat kedua yang paling kusukai setelah kamarku yang bernuansa putih biru khas doraemon.

Aku mengembangkan senyum ketika mendapati Arini yang sedang duduk di meja kasir.

"Hei, non kok baru nongol jam segini? tanya Arini sambil terkekeh pelan

"Aduhh..Rin aku minta maaf, aku telat bangun..jadinya nggak bisa dehh bantuin kamu dan Naina mempersiapkan ini semua"kataku merasa bersalah.

"Ya elah El ketimbang nyusun keramik doang, aku sendiri saja bisa ngerjainnya, lagi pula aku ngerti kok kalau nona yang satu ini memang susah bangun pagi."katanya tertawa sambil mengerlingkan matanya ke arahku.

"Ngeledek yahh" timpalku kemudian sambil mencubit lengan kanan Arini hingga ia meringis kesakitan.

"Ehh..ngomong-ngomong cangkir buatan kamu laku lohh, ada yang beli dengan harga yang lumayan."sambung Arini.

"Cangkir buatanku yang mana Rin?" tanyaku polos.

" Sepasang Cangkir putih bermotif bunga sakura, itu cangkir buatanmu kan?"sambung Arini

"Ya ampun Arini, kamu menjual sepasang cangkir itu? Itu cangkir kenanganku dengan nenek, satu cangkir itu di buat langsung oleh nenek, dan yang satunya lagi buatanku, itu keramik pertama yang aku buat.Sepasang cangkir itu sangat berarti buatku, dan kamu tega menjualnya.."kataku dengan nada marah

Arini tampak merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan, ia benar-benar tidak tahu kalau sepasang cangkir itu adalah kenanganku dengan nenek, dan aku hanya berniat memajangnya di etalase khusus sebagai barang yang hanya bisa di lihat tanpa bisa di perjual belikan,tapi Arini malah tidak sengaja menjualnya, Arini berulang kali meminta maaf, dan mengakui kesalahannya.

Sebenarnya ini bukan sepenuhnya kesalahan Arini, ia tidak tau menau tentang cangkir itu, akunya yang teledor menyimpannya di sembarang tempat, dan al-hasil sekarang aku kehilangan cangkir kenanganku dengan nenek.

Arini pun menyodorkan nomor ponsel pria yang katanya membeli sepasang cangkirku. Akupun kemudian menghubungi pria itu, dari ucapannya saja sudah terbaca bahwa pria itu betul-betul sangat menyebalkan, kami berdebat cukup lama, aku sangat kesal pada pria itu, aku hanya meminta agar cangkir itu di kembalikan dan aku akan mengganti rugi, tetapi ia malah menasehatiku tentang sikapku yang katanya seenaknya meminta barang yang sudah di jual untuk di kembalikan.Ia kemudian memintaku untuk menemuinya di sebuah cafe yang sudah ia tentukan. Aku pun menyetujuinya dengan anggapan bahwa pria itu akan mengembalikan cangkir kenanganku dengan nenek.

                              ***

Lihat selengkapnya