Suara decitan yang diakibatkan dari sebuah spidol dengan papan tulis yang saling bergesekan berada di antara ruang kelas yang penuh dengan manusia. Tidak ada suara lain yang bisa mengalahkannya. Luar biasa hebat guru yang bisa membuat kelas dengan manusia yang mulutnya laknat terdiam. Mungkin guru ini harus diberi penghargaan oleh sekolah atas apa yang telah dilakukannya. Namanya bu Lia, guru killer kedua yang kelas XI IPS 3 takuti setelah bu Maya. Dia mengajar sejarah.
Mungkin biasanya pelajaran sejarah itu identik dengan hal mengantuk, tapi tidak dengan bu Lia karena matanya selalu siap untuk melihat siapa saja yang tidak fokus di pelajarannya. Tidak segan-segan guru ini akan mengeluarkan para siswi yang masih saja bandel dari kelasnya. Mendapat nilai besar itu kemungkinan yang bahkan tidak ada jika sudah pernah dikeluarkan dari kelasnya.
Waktu bu Lia menulis di papan tulis adalah waktu yang pas untuk para murid bisa bernafas karena bisa lengah dari pengawasannya.
"Sis,,sis gimana kalo kita buat penyambutan buat Clara pulang nanti. "bisik Cindy dengan sangat pelan hampir tidak terdengar.
"Hah??"
Diulangnya kata-kata tadi dan ditambah dengan gerakan-gerakan isyarat. Tapi semua omongan dan gerakan yang dimaksudkan Cindy dengan susah payah ia lakukan itu tetap saja tidak sampai kepada Siska. Dia masih bingung dengan Cindy, sebenarnya dia sedang apa, batinnya. Dengan Siska yang masih tak mengerti membuat Cindy geregetan sendiri. Masa begitu saja tidak paham, padahal ia menunjukkan dengan pelan. Memang harus berkoar-koar dulu kalau ingin bicara dengan Siska baru dia akantahu.
Tringgg...
Untung bel pulang sekolah berbunyi. Semua terlihat bernafas lega setelah melalui ketegangan panjang di pelajaran sejarah ini.
"Baiklah kita lanjutkan minggu depan." ujar bu Lia langsung meninggalkan kelas.
"Baik buuu..."
Cindy yang sudah tidak tahan langsung bergegas ke meja Siska. Tentunya setelah bu Lia sudah tidak terlihat lagi dari pandangan.
"Woi kutu kupret!" kata Cindy sambil menggebrak meja. "Capek gue ngomong isyarat sama lo, berbui mulut gue!"
"Lah, siapa yang nyuruh mulut lo berbui? Sinting lo." jawab Siska yang makin membuat Cindy geregetan sendiri.
"Arggghhh...!"
"Gue duluan ya! Dah semua." ujar Mira dengan yang lain.
"Eh,,nanti dulu. Jangan pulang dulu semuanya!" teriak Cindy mencoba menghentikan teman-temannya agar jangan pulang dulu.
"Jangan sekarang lah Cin, perut gue mules nih."
“Mau berak di rumah?” diselingi dengan tawanya. "Emang gue mau ngomong apa coba?"
"Pasti hal gak guna." timpal Putri yang sedang membereskan bukunya.
"Anjir. Bukanlah! Gimana kalo kita adain penyambutan buat Clara. Kan seru tuh nanti kita makan-makan terus Siska yang bayar" serunya antusias.
"Emangnya gue bapak lo apa!" kata Siska dengan ngegas.
"Siapa yang bilang lo bapak gue? Sinting ya lo." jawabnya dengan nada mengejek membuat Siska kesal dibuatnya ingin rasanya meninju anak satu ini. "Gimana nih, setuju kan semua?"
"Mending tanya Claranya dulu mau gak dia." usul salah satu dari mereka.
Benar. Harusnya tanya dulu yang bersangkutan, mau apa tidak. Kini mereka semua menatap Clara menunggu jawaban darinya.
"A,,aku ngomong dulu sama mamaku." jawab Clara dengan ragu dan mendapat helaan napas dari semua.
"Udah gue duga. Tipe-tipe anak yang bawa bekal itu biasanya anak mama, anak rumahan." kata Siska yang duduk santai di kursi sambil memakan coklat yang entah darimana dengan kaki dinaikkan sebelah dan tangan sebelahnya disampirkan di sandaran bangku. Mirip kalau lagi duduk di warung kopi.
Sebenarnya cuma akal-akalan mereka saja membuat acara penyambutan seperti ini. Padahal hanya ingin ditraktir lagi oleh Siska. Waktu jaman Putri dulu pun mereka bisa mengakalinya dengan alasan seperti ini. Dasar teman laknat. Tapi sepertinya sekarang tidak bisa karena Clara yang menolak.
***
Rumah dengan cat putih dikeseluruhan bangunannya terlihat bersih apalagi ditambah dengan taman kecil di depan rumah yang tertata rapi menambah kesan asri. Rumah yang dari depan terlihat sederhana tetapi begitu masuk akan terlihat begitu luas di dalamnya. Mungkin karena di depan rumahnya banyak dihalangi pepohonan yang membuat orang akan melihat rumah ini kecil. Atau karena bentuk rumah ini juga yang panjang ke belakang. Entahlah yang penting bisa untuk tempat berteduh dari hujan dan panas itu sudah cukup.
Clara berjalan masuk dengan lemas. Begitu melihat sofa ia langsung rebahan. Tak peduli dengan seragam yang masih melekat di tubuhnya. Pokoknya ia ingin tidur dulu. Entah kenapa sekolah bisa secapek ini. Apakah berarti anak yang masih SD juga capek begini setelah pulang sekolah? Sudahlah, tidak usah memikirkan orang lain. Pikirkan saja dulu tenggorokan ini yang mulai kering.
"Mbak Ningsih" panggilnya. Tapi tak ada jawaban.
"Mbak Ningsih!" panggilnya lagi tapi masih tetap tidak ada jawaban.
Dengan lemas Clara berjalan sendiri ke dapur mengambil minum. Setelah ini ia akan langsung tidur. Atau makan dulu? Tapi ia tidak terlalu lapar.
"Tapi kan ada sunnah makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang. Hmm.. Yaudah deh makan aja." ia bergumam sendiri.
Selepas minum ia menuju rak. Tapi terhenti.. Makan apa ya enaknya? Ia berjalan ke meja makan dan membuka tudung saji dan yang terlihat adalah sambal terong dan tahu goreng. Tidak berselera mulutnya. "Dasar mulut manja, sambal terong aja gak mau." gumamnya.
Ia kembali ke dapur mengambil snack yang ada di buffet dan akan memakannya sambil menonton tv. Sebelum itu dia membuka kulkas melihat di freezernya. Ternyata tidak ada makanan kesukaannya yaitu ice cream, bibirnya langsung manyun. Makanan kesukaannya kenapa belum dibelikan. Padahal Clara sudah memesanya lama ke mbak Ningsih. Ia kesal. Sudahlah, beli di tukang ice cream yang sering lewat depan rumah saja.
Sambil menunggu tukang ice cream lewat lebih baik menonton tv saja. Ia langsung ke ruang keluarga dan malah mendapati mbak Ningsih yang sedang tidur pulas. Entah sudah bermimpi sampai mana dia. Mungkin keliling dunia. Entahlah. Clara hanya menggeleng-geleng, ia biarkan saja tetap tidur, kasihan mungkin kecapekan. Ia duduk di sampingnya danmenyalakan tv. Menikmati film kartun yang ia tidak pernah bosan. Sudah berapa kali tamat pun tetap diulang di tv. Kenapa gitu?